e2consulting.co.id – Kita sudah lima bulan merasakan dampak dari pandemi Covid-19. Ada perusahaan yang berjaya atau mampu menghadapi tantangan, namun sebagian besar kegiatan usaha mengalami kemerosotan. Hal ini bersifat global karena perlambatan atau slowdon tatanan kehidupan di semua negara. Perusahaan mengalami tantangan yang sangat berat karena pendapatan usaha yang turun secara drastis sementara biaya operasional harus tetap dikeluarkan setiap bulannya.

Salah satu perusahaan yang mendapatkan berkah adalah perusahaan Information Communcation Technology (ICT), yang menyediakan layanan Internet. Dengan Work From Home (WFH), terjadi peningkatan trafik Data yang sangat berarti dari kawasan perumahan, namun dari kawasan perkantoran mengalami penurunan. Masyarakat menggunakan sinyal WiFi atau sinyal Operator Selular agar dapat belajar jarak-jauh, mengikuti Webinar, Video Conference, mengkases informasi dan konten hiburan serta games.

Namun perusahaan yang bergerak dibidang jasa retail seperti mall/department store mengalami kerugian yang sangat besar, demikian pula dengan perusahaan transportasi. Mereka harus membayar fixed operating cost sementara kegiatan usaha berhenti atau berjalan secara terbatas. Perusahaan yang mengandalkan infrastruktur teknologi dalam bisnisnya mengalami tekanan yang sangat berat, misalnya perusahaan penerbangan yang harus membayar sewa leasing pesawat sementara jam terbang pesawatnya sangat rendah dan okupansi tempat duduk hanya maksimal 50 %.

Apa yang harus dilakukan selama situasi yang penuh dengan ketidakpastian ini? Ada dua hal yang perlu dilakukan untuk mengelola Infrastruktur bisnis, yakni mengoptimalkan efisiensi dan produktivitas Infrastruktur bisnis yang ada serta mempersiapkan Infrastruktur bisnis masa depan. Siklus kehidupan mengajarkan kita, sehabis hujan akan terbit pelangi, sehabis krisis akan muncul business opportunites. Memang situasi ini tidak mudah bagi pelaku usaha, namun harus dijalankan agar survive.

Optimalisasi aset merupakan langkah utama yang harus dilakukan agar aset tetap bekerja sekalipun dengan kapasitas rendah. Pengalaman kami di Telkomsel pada saat menghadapi krisis moneter tahun 1998, dimana saat itu Telkomsel memiliki utang yang sangat besar dan tidak mampu untuk melakukan pembangunan baru. Telkomsel melakukan pekerjaan proyek secara swakelola untuk membangun BTS sehingga alat produksi bertambah, mengoptimalkan mesin Intelligent-Network (IN) dan meluncurkan layanan pra-bayar SIMPATI sebagai terobosan bagi pelanggan yang memiliki keterbatasan untuk membayar bulanan. Hasilnya, pendapatan Telkomsel meningkat dan mampu mencicil hutang-hutangnya.

Disamping melakukan optimaliasi aset, Perusahaan perlu melakukan perencanaan bisnis jangka menengah dan panjang, khususnya setelah pandemi Covid-19 berlalu. Pengalaman dari krisis moneter tahun 1998 membuktikan banyak perusahaan nasional yang bangkit kembali, ada yang recovery-nya cepat namun banyak juga yang lambat, khususnya yang memiliki banyak hutang. Kembali kami ulas pelajaran dari Telkomsel yang melihat business opportunity sangat besar dibidang layanan selular. Saat itu, jumlah pengguna telepon selular di Indonesia masih sedikit, demad sangat besar, namun pasokan kapasitas Telkomsel, Satelindo dan XL sangat terbatas, sehingga tidak bisa menjual kartu perdana (starterpack) secara besar-besaran. Telkomsel melakukan perencanaan strategis pada tahun 1999 yang merancang kebutuhan kapasitas dan coverage jaringan GSM untuk 5 tahun kedepan, berikut model bisnis baru yang ditawarkan kepada Vendor Infrastruktur Jaringan GSM. Telkomsel melakukan tender TINEM (Tender for Infrastructure in New Millenium) dengan model business Invest ahead of growth, dimana Vendor Jaringan GSM membangun kapasitas jaringan untuk keperluan 18 bulan ke depan, pembayaran dilakukan setiap triwulan sesuai dengan jumlah pelanggan yang bertambah. Vendor sangat senang dengan model bisnis ini karena adanya kepastian order untuk 5 tahun kedepan berikut estimasi volume order tahunannya. Telkomsel membuat Partnership Agreement dengan Nokia, Ericsson, Siemens dan Motorola. Dalam waktu singkat pembangunan Jaringan GSM dilakukan secara besar-besaran pada tahun 2002 dan seterusnya. Hasilnya mulai terlihat pada tahun 2004, dimana Telkomsel berhasil mencapai jumlah pelanggan 10 juta dan Revenue serta Net Income-nya meningkat terus.

Bagaimana dengan perusahaan tempatmu bekerja saat ini? Persiapan apa yang dilakukan untuk menghadapi paska Pandemi Covid-19? Perusahaan asing saat ini sudah mulai mempersiapkan diri dengan mendekati calon pelanggan di manca negara, yakni menawarkan Infrastruktur bisnis berbasis teknologi digital. Hal ini mencakup teknologi Internet of Things (IoT), Cloud Computing /Edge Computing, Big Data maupun Artificial Intelligent (AI) berikut aplikasi yang sesuai dengan berbagai jenis usaha. Transformasi digital sudah menjadi keharusan kedepan ini. Perusahaan perlu menata ulang bisnisnya dan membuat proses bisnis berbasis digital, mulai dari kegiatan Commerce, seperti Digital Marketing & Sales serta Customer Experience Management. Di bidang Operasi dan Produksi dilakukan dengan menerapkan Industry 4.0, Digital Twin, Smart Supply Chain dan aplikasi lainnya, yang sifatnya untuk meningkatkan produktivitas, efisiensi, kustomisasi produk dan peningkatan kualitas produk/layanan. Di bidang enterprise services atau pengelolaan administrasi perkantoran, digitalisasi dilakukan pada proses pengelolaan SDM, Keuangan, dan sistem pendukung perkantoran. Untuk itu Perusahaan perlu merancang Infrastruktur bisnis yang mencakup DNA (Device, Network, Applications) dan business platform (Cloud Computing). Perancangan ini tidak membutuhkan biaya yang besar. Pengadaan infrastruktur bisnis dilakukan setelah bisnis menggeliat kembali. Perusahaan nasional harus bangkit dan menjadi tuan rumah dalam menjalankan bisnis di Indonesia. Kita tidak boleh kalah dengan perusahaan global yang menjadikan Indonesia hanya sebagai lahan eksploitasi tanpa memberikan nilai tambah yang berarti kepada bangsa Indonesia. Pemerintah harus menjembatani pelaksanaan transformasi bisnis digital, mendorong kolaborasi antara pelaku usaha dengan penyedia Infrastruktur bisnis (ICT) sehingga mampu menghasilkan solusi yang tepat bagi pelaku ekonomi dan industri, baik yang berskala besar, sedang, UMKM dan bahkan bagi para start-up. Semoga!