e2consulting.co.id – Kegiatan pertambangan sudah berlangsung ratusan tahun yang menggali atau membor bumi untuk mendapatkan material logam, batubara, minyak dan gas. Penggalian dilakukan dibawah tanah (underground) atau dipermukaan bumi (tambang terbuka), dan hasilnya dikirim melalui sarana transportasi untuk selanjutnya diproses menjadi logam atau dikonsumsi (batubara). Industri pertambangan dan MIGAS penuh dengan risiko, baik keselamatan jiwa manusia, maupun dengan keamanan lingkungan dan alam sekitar ladang eksploitasi. Perusahaan tambang juga menghadapi risiko fluktuasi harga komoditi yang naik-turun (volatile), sehingga harus senantiasa dikelola secara efektif dan efisien, khususnya agar harga produksi lebih murah, untuk mampu bersaing dengan produsen tambang global.

Teknologi digital yang berkembang sangat cepat ini, juga dibutuhkan dibidang pertambangan. Beberapa perusahaan tambang global saat ini sedang bertransformasi digital agar mampu menghasilkan produksi yang lebih besar, biaya yang lebih murah dan keselamatan karyawan serta lingkungan yang lebih baik. Teknologi digital digunakan mulai pada saat perencanaan dan pengembangan lahan tambang, eksploitasi atau operasional tambang, sistem transportasi hingga pengolahan hasil tambang (smelter).

Digitalisasi proses pertambangan menuntut perubahan yang sangat berarti pada proses kerja, khususnya dalam bidang operasional tambang. Saat ini, kegiatan tambang dibawah tanah sudah semi otomatis, dimana mesin bor dioperasikan oleh operator dari jarak jauh (dari ruang Operation Centre), dan selanjutnya material diangkut kedalam container untuk dikumpulkan di tempat penampungan sementara. Material ini selanjutnya diangkut melalui truk ke tempat penyimpanan transisi utama sebelum dikirimkan melalui truk atau conveyor belt ke tempat penampungan akhir. Proses yang hampir serupa terjadi pada tambang terbuka. Teknologi digital membantu optimalisasi proses penambangan sehingga hasilnya lebih efektif dan efisien.

Teknologi digital yang digunakan antara lain adalah Internet of Things (IoT), Cloud Computing, Big Data, Machine Learning, Artificial Intelligent (AI), Augmented Reality (AR), mesin robot untuk drilling, Drones, Autonomous Truck, Digital Twins hingga Blockchain. Mesin robot drilling akan menggantikan tenaga operator yang bekerja dari Operation Centre, karena robot sudah mampu menjalankan tugas membor secara mandiri sesuai dengan program yang dibuat. Tenaga SDM hanya berfungsi sebagai pengawas atau pengendali kegiatan operasional tambang. Demikian pula Autonomous Truck akan berjalan secara otomatis tanpa supir untuk membawa material tambang ke tempat pengumpulan. Teknologi IoT memampukan semua elemen produksi dan SDM terhubung ke dalam sistem pengolahan data secara terintegrasi, yang mengumpulkan data tentang kegiatan mesin robot drilling, alat produksi penunjang, kondisi lahan tambang, sistem transportasi dan kondisi karyawan yang sedang bekerja. Melalui aplikasi Digital Twins, semua alat produksi dirancang untuk menghasilkan data-data penting secara real-time. Data-data ini kemudian dikirimkan melalui jaringan IoT, untuk dikumpulkan dan diolah untuk menjadi informasi, yang menghasilkan data-analytics yakni informasi yang bersifat descriptive (what happened?), diagnostics (why did it happened?), predictive (what will happened?) maupun prescriptive (what should I do). Informasi ini menjadi sangat penting agar operasi tambang dapat bekerja kontinu (24×7) dan menentukan tindakan pemeliharaan sebelum mesin rusak atau lahan tambang bermasalah.

Digitalisasi kegiatan tambang memerlukan perubahan proses kerja yang berarti, baik dalam proses bisnis maupun kompetensi SDM serta penggunaan teknologi digital. Otomatisasi menyebabkan peran SDM di lapangan berkurang, sebagian berubah menjadi fungsi pengawas dan pengendali operasi tambang. Untuk itu mereka harus lebih paham tentang teknologi digital, khususnya lebih memahami IT dan sistem komunikasi data serta data analytics. Karyawan eksisting perlu di re-skilling agar mampu memenuhi kebutuhan SDM tambang modern.

Disamping proses penambangan, digitalisasi proses bisnis dapat dilakukan di bidang transportasi, supply chain management, SDM dan HSE (Health, Safety and Environment). Dengan menerapkan teknologi IoT maka seluruh komponen alat pendukung tambang mengumpulkan dan mengirimkan data ke Cloud Network untuk diolah dan menghasilkan informasi yang menjadi dasar untuk mengambil keputusan. Misalnya, para pekerja tambang bawah tanah secara teratur melaporkan kondisi tubuhnya, kondisi tambang bawah tanah dan kondisi peralatan HSE. Demikian pula truk pengangkut bahan galian melaporkan secara berkala kondisinya sehingga dapat dipastikan muatan, lokasi, keamanan dan pemeliharaan truk sehingga mampu bekerja optimal.

Perusahaan tambang harus memahami teknologi informasi dan komunikasi. SDM di Kantor Pusat harus paham tentang IT, Cloud Computing, Security Management dan Business Continuity Management. Perusahaan harus mulai beralih ke layanan Cloud Computing, yang menyimpan dan memproses data di Cloud. Mereka tidak perlu membeli perangkat server dan storage untuk pengolahan data, cukup dengan menyewa dari Cloud Computing provider saja, karena harganya lebih murah daripada membeli. Demikian pula, perusahaan tambang dapat mengoperasikan Drone yang mengawasi lapangan tambang terbuka dan kondisi peralatan di tempat-tempat yang sulit dijangkau manusia. Kontinuitas tambang juga didukung oleh kegiatan supply chain management, yang mengatur penyediaan consumable parts, spare part dan sistem penunjang sarana tambang. Digitalisasi inventory system akan menyebabkan perusahaan tambang terhubung ke semua pemasok secara online sehingga dapat mengirimkan material tepat pada waktunya.

Bagaimana dengan digitalisasi perusahaan tambang nasional? Perusahaan asing seperti Freeport, Vale dan Newmont sudah menjalankan sebagian dari transformasi digital, sejalan dengan kebijakan global mereka. Namun BUMN Aneka Tambang, Timah, Inalum, Krakatau Steel serta perusahaan tambang batubara Bukit Asam, Adaro, Kaltim Prima Coal dan lain-lain, sudah saatnya berubah menjadi digital mining company. Perusahaan tersebut perlu menata ulang perjalanan usahanya kedepan dan melakukan transformasi digital. Diperlukan visi besar tentang pengelolaan sumber daya alam yang efektif dan efisien serta berwawasan lingkungan untuk menuju Indonesia emas 2045. Mari kita wujudkan Indonesia digital mining company dengan melakukan transformasi digital secara terstruktur dan terukur!