e2consulting.co.id – Dunia perbankan mengalami perubahan yang sangat cepat. Dilihat dari 5 forces Porter’s analysis, terdapat dua kekuatan besar yang sangat berpengaruh terhadap kelangsungan bisnis perbankan, yakni bargaining power of buyers dan threat of new entrants. Daya tawar dari pelanggan semakin kuat karena masyarakat semakin melek dengan teknologi digital dan mampu mengolah informasi dari berbagai sumber sehingga dapat membandingkan layanan perbankan serta memilih solusi yang paling tepat bagi mereka. Ancaman dari new entrants dapat berasal dari perusahaan Fintech atau e-Commerce yang menawarkan layanan sejenis dengan lebih cepat, bersifat personal dan biaya yang lebih murah.
Dinamika pasar perbankan ditandai dengan demografi nasabah, gaya hidup dan kemampuan finasial yang beragam. Nasabah bank utama adalah para generasi baby boomers dan X yang memiliki account yang bernilai dan rajin bertransaksi. Sebagian besar dari mereka adalah nasabah tradisional yang belum paham dengan internet dan aplikasi perbankan. Sementara generasi millennial dan Z menjadi populasi yang lebih banyak, namun dengan nilai account yang lebih kecil. Generasi millennial dan Z memiliki gaya hidup always on, yang menggunakan online banking dalam bertransaksi serta melakukan aktivitas keuangan lainnya secara self service. Khusus untuk Indonesia, terdapat lebih dari 50% warga masyarakat yang belum terjangkau layanan perbankan karena dimasa lalu mereka belum layak dilayani bank, namun dimasa kini sudah layak dilayani berkat penggunaan teknologi digital.
Strategi bank untuk bertumbuh sangat berbeda satu sama lain, khususnya untuk bank buku 1 dan 2 yang kemampuan permodalan dan sumber daya lainnya terbatas. Sementara bank buku 3 dan 4 yang beroperasi di seluruh wilayah tanah air, bahkan hingga ke kota-kota kecil atau tingkat desa, memiliki kesempatan untuk menggapai pasar yang lebih luas. Bank harus membangun masa depannya dengan mengikuti dinamika pasar, mengadopsi teknologi terbaru dan mempersiapkan sumber daya manusia yang mampu beradaptasi dengan bisnis dan teknologi digital serta tetap melayani nasabah tradisional. Bank harus memfokuskan pelayanannya dengan memahami apa yang menjadi kebutuhan nasabah dan bagaimana bank dapat memenuhinya. Bank DBS misalnya, memposisikan diri sebagai bank digital yang melayani professional muda, yang memberikan layanan self-service dengan berbagai kemudahan. Demikian pula dengan bank BRI yang menjangkau masyarakat hingga ke pedesaan dan melayani para pelaku UKM dengan berbagai bantuan teknis dan permodalan. Bank BCA juga melakukan hal yang sama dengan menjangkau para individu dan pelaku usaha. Semua hal tersebut digunakan dengan bantuan teknologi digital yang mampu mengelola profil nasabah berikut komunikasi yang dibangun dengan nasabah. Oleh sebab itu bank nasional perlu fokus dengan masa depannya dengan mengembangkan product and service yang sesuai dengan kondisi masyarakat setempat dan segmen pasar yang akan dilayani. Misalnya, bagaimana layanan diberikan kepada generasi millennial danZ serta masyarakat strata ekonomi bawah dan di pedesaan. Demikian pula, bagaimana dengan layanan simpan pinjam yang lebih mudah dan cepat dengan risiko gagal bayar yang lebih kecil.
Customer Experience Management merupakan tantangan besar yang dihadapi perbankan, karena selama ini mereka lebih sibuk melayani transaksi perbankan. Kedepan, bank harus memahami kebutuhan nasabah mereka lebih spesifik. Setiap kegiatan transaksi perbankan diolah dan dievaluasi sehingga para nasabah memiliki data aktivitas atau experiences. Data-data tersebut selanjutnya diolah sehingga mendapatkan profiling dari setiap nasabah. Misalnya untuk para nasabah UMKM, bank harus tahu tentang kebutuhan bahan baku, proses pembuatan barang, pemasaran dan penjualan, pelayanan serta permodalan yang dibutuhkan. Bank perlu memberi bantuan teknis di mata rantai bisnis yang dibutuhkan pelanggan, tidak hanya menyediakan modal kerja. Dengan demikian nasabah akan engaged terhadap bank dan kedua belah pihak tumbuh secara bersama-sama.
Digitalisasi dalam kegiatan perbankan membutuhkan teknologi digital, antara lain membutuhkan DNA (Device, Network and Applications). Semua transaksi keuangan dapat terlaksana akibat adanya hubungan antara Device (umumnya smartphone dan komputer) dengan aplikasi perbankan (Applications) melalui Jaringan Internet (Network). Teknologi digital yang mendukung layanan perbankan antara lain adalah Cloud Computing, Big data, Machine Learning (ML) & Artificial Intelligent (AI), Internet of Things (IoT) dan Blockchain. Demikian pula terdapat sejumlah aplikasi perbankan seperti core banking, forex, lending services and banking support yang dikembangkan sesuai dengan kebutuhan masing-masing bank. Dengan penggunaan teknologi digital tersebut, proses online banking, micro banking, lending process dan financial market dapat dioptimalkan,demikian pula security management serta aspek kepatuhan terhadap regulasi dapat dipenuhi.
Untuk itu, bank perlu meningkatkan kapabilitas internal organisasinya sehingga mampu memberikan pelayanan terbaik (excellent operation). Bank harus meningkatkan kemampuan Peole and Organization, Process and Tools. Khusus tentang tools sudah dibahas diatas tentang penggunaan teknologi digital disemua proses perbankan. Untuk pengembangan proses bisnis, perlu diotomatisasi dari basis proses manual ke digital, salah satunya dengan penggunaan digital signature. Proses kerja perbankan dilakukan secara digital, antara lain online self service oleh nasabah dan digital work process di back-room.
Diatas segalanya, SDM merupakan kunci keberhasilan perbankan. Hal ini mencakup pengembangan kompetensi dan engagement SDM terhadap bank. Pengembangan kompetensi meliputi teknik dan bisnis perbankan, digital marketing and sales dan Customer Experience Management (CEM). Demikian pula perlu pemahaman yang mendalam tentang business acumen, cross industry dan pemahaman teknologi digital. Sebagian dari SDM perbankan yang ada saat ini mungkin masih bisa ditingkatkan melalui program up-skilling/re-skilling, namun sebagian lagi mungkin sudah tidak kompeten untuk menghadapi bisnis perbankan, mereka dapat disalurkan menjadi agen penyuluh bank digital.
Untuk berjaya di masa depan, bank harus bertransformasi menjadi digital banking. Mereka harus menjalankan transformasi digital secara serius, yang akan merubah kemampuan organisasi bank secara berarti. Perlu sumber daya yang besar, baik dalam bentuk uang, peralatan dan SDM. Bank-bank kecil perlu bersinergi dalam menjalankannya sehingga biaya pelaksanaannya dapat dipikul bersama. Namun yang tidak kalah pentingnya adalah peran regulator (OJK) yang menata aturan digital banking agar lebih luwes dan berwawasan ke depan. Regulasi tidak perlu dibuat kaku, tidak perlu rule based, namun lebih diarahkan ke principle based, sehingga setiap bank dapat menterjemahkannya ke aturan internal yang lebih longgar dan sesuai dengan tuntutan bisnis. Mari kita lakukan perubahan secara bertahap melalui transformasi digital untuk membawa kejayaan perbankan nasional!