e2consulting.co.id – Pada kesempatan kali ini saya mengulas tentang transformasi digital yang perlu dilakukan oleh Pemerintah dalam membantu para pelaku start-up untuk dapat bertumbuh dan berkembang. Impian besar para pelaku start-up yang baru lulus dari perguruan tinggi untuk menjadi founder start-up yang berhasil dan bahkan menjadi unicorn. Cita-cita tersebut sangat mulia untuk mengasilkan industri rintisan karya anak bangsa. Baru-baru ini OVO sudah dinyatakan menjadi start-up kelima di Indonesia, yang menyediakan layanan digital payment. Siapa start-up lainnya yang akan menjadi unicorn dan bagaimana nasib para start-up yang berjuang saat ini?

Keberhasilan pelaku start-up di Indonesia belum banyak yang terkespose. Bila melihat perjalanan start-up di Indonesia sudah lebih dari 5 tahun. Kementerian KOMINFO telah mencanangkan pembinaan 1000 start-up tahun 2019, demikian juga Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf) secara rutin mengunjungi kota-kota besar untuk membina kaum muda dalam industri kreatif termasuk membina para start-up. Telkomsel setiap tahun melakukan program NextDev Summit yang menghasilkan start-up terpilih untuk diinkubasi selama 6 bulan serta dibina dan dikembangkan. Demikian pula, Indosat pernah melakukan boothcamp untuk para start-up terpilih, sementara Blibli.com setiap tahun menyelenggarakan Blibli.com Big Start Indonesia (BBSI). Penjaringan start-up ini juga dilakukan Google melalui Google for Startups dan tidak ketinggalan bank-bank besar mempunyai  event tahunan yang mengundang para start-up untuk dikembangkan dan dibina. Apa yang sudah dihasilkan sejauh ini? Perlu upaya terpadu untuk membina dan mengembangkan start-up ini, khususnya pada saat mereka masih merangkak. Disaat-saat sulit inilah peran Pemerintah, BUMN dan swasta lainnya mengulurkan bantuannya, baik dalam hal permodalan, manajemen, pengembangan produk dan layanan, customer service, aspek hukum dan administrasi pendukung lainnya.

Sejarah para start-up pada umumnya dimulai dengan ide-ide kreatif yang dimiliki oleh seorang atau sekelompok orang untuk mengembangkan produk dan layanan, yang mengisi atau menjawab persoalan korporasi atau masyarakat umum. Sebagai founder, pada umumnya mereka sangat fokus kepada pengembangan aplikasi dan IT, yang menguras energi besar untuk menjadikan aplikasi tersebut bisa berjalan. Setelah aplikasi berjalan, mereka mulai menjalankan kegiatan operasional, mulai dari marketing, sales hingga pelayanan kepada pelanggan. Pelaku start-up mengeluarkan biaya yang tidak sedikit untuk mengembangkan aplikasi dan biaya operasional yang cukup besar setiap bulannya. Banyak usaha berhenti ditengah jalan karena habis bensin atau modal kerja.

Dalam menjalankan bisnis, pelaku start-up harus memahami Business Model Generation atau Business Canvasing untuk menguji dan memastikan kelayakan usaha yang sedang dirintis. Business Canvasing terdiri dari 9 blok bangunan, yakni Customers Segment, Value Propositions, Channels, Customer Relationship, Revenue Streams, Key Resources, Key Activities, Key Partnership dan Cost Structure. Sembilan blok bangunan ini harus dipahami dan disusun dengan benar serta dengan asumsi yang logis agar layak dinilai investor. Keberhasilan Nadiem Makarim dalam membangun dan membesarkan Gojek sangat dipengaruhi oleh pengalaman yang dimilikinya sebagai konsultan Mc.Kinsey yang sudah paham value chain of business di berbagai sektor usaha. Sementara founder para start-up pada umumnya belum memiliki pengalaman bisnis yang luas, mereka fokus dalam ide bisnis, IT dan pengembangan aplikasi, kurang dalam pengalaman manajerial dan operasional bisnis. Pelaku start-up membutuhkan management and business skills agar usahanya bisa bertumbuh dan berkembang. Biasanya mereka mencari co-founder yang membantu dalam bidang  pengembangan aplikasi dan manajemen operasional. Namun ada juga start-up yang merekrut tenaga ahli berpengalaman, dengan janji akan diberi bonus atau saham apabila perusahaan sudah berkembang. Sebagian besar pelaku start-up mempunyai keterbatasan dalam keuangan atau modal kerja, sehingga mereka sulit merekrut orang-orang bertalenta serta berpengalaman dengan gaji yang terbatas.

Dalam memasuki era 5 tahun kedua pemerintahan Presiden Jokowi, Pemerintah harus sungguh-sungguh dalam membina dan mengembangkan usaha start-up. Diharapkan Pemerintah menyusun langkah terpadu dalam membina pelaku start-up, dimulai dengan dengan membentuk BPUR (Badan Pembina Usaha Rintisan) yang dapat berada dibawah Bekraf , KOMINFO, ataupun Kementerian Koperasi dan UKM. BUPR bertugas menyusun dan menjalankan program secara terpadu serta memiliki target-target kerja yang terukur. Hal-hal yang perlu dibina antara lain :

  1. Pengembangan ide bisnis : membantu para start-up dalam menemukan ide-ide kreatif dan kelayakannya untuk menjadi usaha. Apa dan bagaimana peluang bisnis di masa mendatang? Kehidupan manusia yang semakin sibuk dan penuh tekanan, menuntut manusia untuk lebih banyak rehat atau istirahat sejenak dari pekerjaan rutin. Hal ini akan mendorong berkembangnya industri yang terkait dengan bisnis pariwisata (leisure), kebugaran dan spiritual. Industri yang terkait dengan ketiga hal tersebut akan bertumbuh, demikian juga dengan industri pendukungnya. Solusi yang dikembangkan harus menjawab kebutuhan masyarakat umum atau komunitas besar. Hal lain yang dibutuhkan masyarakat adalah pengembangan teknologi dalam mempermudah cara kerja dan lifestyle, menjaga dan memelihara kesehatan tubuh serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Misalnya, pengembangan teknologi batere, healthcare dan devices smarthome.
  2. Pengembangan aplikasi dan IT : membantu para start-up dalam inkubasi bisnis, mulai dari menyusun user requirement aplikasi, programming and coding hingga diperoleh protoptype aplikasi. Selanjutnya, diperlukan pembangunan platform tempat aplikasi berada, apakah menggunakan infrastruktur sendiri atau menumpang di jaringan cloud. Dan yang tidak kalah pentingya adalah pengujian kapasitas platform dan aplikasi yang mampu bertumbuh sesuai dengan perkembangan traffic. Yang terakhir adalah penyambungan platform aplikasi ke semua komponen ekosistem bisnis. Mereka membutuhkan tenaga pengembang aplikasi dan platform sebagai tempat mengujicoba aplikasi yang sedang dibangun.
  3. Marketing & Sales : membantu para start-up dalam memilih media marketing, konten promosi, strategi marketing dan melakukan digital marketing. Dengan jumlah aplikasi di Google Play atau i-OS yang sangat banyak, bagaimana sebuah aplikasi baru dapat dilihat orang, kemudian di-download dan aktif menghasilkan trafik? Hal ini tidak mudah dilakukan, karena butuh usaha yang sangat besar, keahlian marketing dan biaya promosi. Para start-up membutuhkan bimbingan agar mampu melakukan marketing & sales secara efektif dan efisien.
  4. Financing : membantu para start-up dalam mendapatkan modal kerja dan mengelola uang. Pelaku start-up memerlukan coach dan mentor dalam mencari uang, mulai dari membuat proposal kepada calon investor dan melakukan pendampingan dalam bertemu dengan investor. Pemerintah perlu membentuk KUR (Kredit Usaha Rintisan), yang diberikan kepada start-up terpilih.
  5. Human Resources Management : membantu para start-up dalam mengembangkan organisasi dan proses bisnis usaha, kompetensi yang dibutuhkan dan mencarikan sumber daya baru lulusan perguruan tinggi atau pendidikan vokasi. Pemerintah mendorong Balai Latihan Tenaga Kerja untuk menghasilkan SDM yang siap bekerja di usaha start-up.
  6. Business Management : membantu para start-up dalam mengelola usaha, baik dari segi keuangan, operasional, pelayanan pelanggan, membuat kontrak, kepatuhan kepada Regulator dan administrasi perkantoran. Pemerintah perlu melakukan pelatihan leadership dan business management kepada pelaku start-up dan menyediakan business coach/mentor dalam menjalankan usaha rintisan.
  7. Customer Experience Management : membantu para start-up dalam memahami pelanggan, mengumpulkan dan mengolah transaksi pelanggan dan menduga kebutuhan baru mereka serta mengembangkan solusi baru yang lebih sesuai dengan kebutuhannya.

 

Perusahaan start-up masih baru di Indonesia, perlu pembinaan yang serius agar mereka menjadi pelaku industri unggul di dalam negeri. Jika tidak, maka perusahaan start-up asing yang akan masuk ke sini dan menguasai pasar. Kita hanya sebagai objek yang menggunakan layanan dan membayar transaksi, sementara nilai tambah akan berada di pihak asing. Mari kita dorong agar Pemerintah segera memberikan perhatian yang serius kepada mereka, sebagaimana pengusaha UMKM yang sudah dibina selama ini. [lumumba sirait]