e2consulting.co.id – Pembahasan kita kali ini tentang sistem transmisi fiber optik yang menjadi tulang punggung Jaringan Internet pita lebar (Broadband). Transformasi digital terwujud bila terdapat jaringan pita lebar berkualitas ada dimana-mana. Dalam pembahasan terdahulu kita sudah mengulas tentang  Device, Network & Application yang menjadi sarana atau infrastruktur dalam berkomunikasi atau bertransaksi digital. Ketiga sarana tersebut dapat terhubung satu sama lain berkat adanya sistem transmisi yang menyambungkannya.

Sistem transmisi dapat dianalogikan seperti jalan raya, dimana ada jalan negara yang menghubungkan antar propinsi, jalan propinsi untuk hubungan antar kota madya/kabupaten dan jalan kabupaten untuk menghubungkan kecamatan dan pedesaan. Sistem transmisi juga seperti itu, ada sistem transmisi backbone berkapasitas besar yang menghubungkan antar Core Network atau antar Gateway dan ada juga sistem transmisi akses yang menghubungkan Devices (melalui pemancar Base Station)  ke Core Network. Media sistem transmisi backbone dan access dapat berupa gelombang mikro (microwave), satelit maupun fiber optik. Sistem transmisi fiber optik menjadi pilihan utama karena memiliki kapasitas yang besar, kualitasnya lebih baik, delay atau latency-nya paling singkat. Namun sistem transmisi fiber optik membutuhkan waktu pembangunan yang lebih lama dan biaya investasi yang besar.

Sesuai dengan perkiraan traffic forecasting yang dibuat oleh CISCO VNI 2015 dan laporan Ericsson Mobility Report 2017, akan terjadi pelonjakan trafik Data yang sangat besar ke depan , termasuk di Indonesia. Pertumbuhan trafik terutama disebabkan oleh Jaringan 4G yang makin merata, berkembangnya Jaringan 5G dan maraknya layanan Video yang rakus mengkonsumsi byte Data.   Hal ini tidak terkecuali di Indonesia, sehingga saya memperkirakan bahwa sistem transmisi akan menjadi bottle-neck layanan Internet pita lebar Indonesia. Saat ini Indonesia sudah memiliki jaringan fiber optik nasional dan internasional yang pada umumnya dimiliki para Operator Telekomunikasi, ISP (Internet Service Provider) dan Operator  Jaringan Tertutup (JARTUB).  Akses dan kapasitas jaringan transmisi nasional masih terbatas, baru menjangkau kota-kota besar, belum merata ke pelosok tanah air. Operator Selular membangun jaringan fiber optik di dalam kota untuk menghubungkan pemancar Base Station ke Core Network dan jaringan transmisi fiber optik antar kota untuk menghubungkan Core Network-nya ke Media Gateway. ISP menggelar jaringan fiber optik untuk menghubungkan pelanggan internet dan TV cable ke  Core Network /Internet Gateway. Perusahaan ISP di Indonesia antara lain BizNet, Kabel Vision, Moratel dan XL. Sementara perusahaan JARTUB menggelar jaringan fiber optik dengan memanfaatkan infrastruktur yang dimilikinya. Misalnya Perusahaan Gas Negara (PGN) melalui anak usahanya PGASCOM dan PLN melalui ICON+. PLN mendayagunakan asset yang dimilikinya, yakni tiang-listrik dan kabel fiber optik antar kota serta menggelar kabel fiber optik ke rumah-rumah dan perkantoran sehingga dapat melayani jasa sirkit sewa, TV Cable dan Internet. Untuk mengakses Jaringan Internet ke luar negeri, para ISP terhubung ke Internet Gateway (IG)  di Jakarta dan sesama IG di seluruh dunia berhubungan satu sama lain melalui jaringan fiber optik kabel laut (Submarine Cable). Operator Telekomunikasi/Selular seperti  Telkom, Indosat, dan XL, masing-masing memiliki konsorsium dengan Operator Kabel Laut Internasional untuk menyalurkan trafik ke seluruh dunia. Demikian pula Google, Amazon dan Cloud Network provider lainnya memiliki jaringan kabel laut sendiri atau tergabung dalam konsorsium. Mereka membangun sistem transmisi sendiri untuk menghubungkan server yang tersebar di seluruh dunia, sehingga jaringan mereka tidak perlu diketahui oleh pengguna (seamless). Mereka mampu memberikan layanan berkualitas sesuai dengan kapasitas yang dibutuhkan pelanggannya.

Pemerintah RI telah mencangkan pembangunan Jaringan Pita Lebar pada tahun 2014, dimana diharapkan terjadi kesetaraan akses internet pita lebar bagi masyarakat kota dan pedesaan. Sebagai upaya untuk mewujudkan rencana tersebut, Pemerintah telah membangun Jaringan Palapa Ring, yang dikenal dengan tol langit. Palapa ring terdiri dari 3 paket yakni  Ring Barat, Ring Tengah dan Ring Timur. Palapa Ring Barat dan Tengah sudah beroperasi dan Ring Timur juga sudah selesai, tinggal menunggu peresmian. Palapa Ring menjangkau 34 propinsi, 440 kota/kabupaten, dengan total panjang kabel laut mencapai 35.280 km dan  kabel darat sepanjang 21.807 km. Palapa ring ini digunakan untuk melayani Internet di daerah terpencil dan sebagian lagi disewakan kepada Operator Telekomunikasi.

Telkom sebagai Network Provider utama di Indonesia, sebelumnya sudah membangun Jaringan fiber optik di darat dan laut untuk menghubungkan seluruh kepulauan nusantara. Telkom telah membangun Id-Ring yang menghubungkan seluruh wilayah nusantara melalui 46 PoP (Point of Present) domestik dengan panjang total kabel fiber optik 96.952 km. Untuk berhubungan ke luar negeri, Telkom memiliki 72 PoP internasional dan panjang total kabel fiber optik 64.700 km (data dari Annual Report Telkom 2018).

Kehadiran teknologi dan layanan aplikasi 5G membutuhkan sistem  transmisi berkapasitas super besar, kehandalan tinggi dan latency yang sangat singkat. Sistem transmisi yang paling tepat untuk mendukung teknologi 5G adalah fiber optik. Teknologi 5G menyediakan layanan Mobile dan Fixed Wireless Access, yang membutuhkan bandwidth transmisi yang sangat besar dari setiap rumah atau stasiun pemancar Base Station. Kota-kota besar akan digali kembali untuk membangun sistem transmisi fiber optik 5G milik Operator Telekomunikasi. Masing-masing Operator Telekomunikasi/Selular akan mengajukan perijinan galian secara sendiri-sendiri ke PEMDA. Demikian pula mereka  akan melakukan perluasan kapasitas kabel laut eksisting atau menggelar kabel laut yang baru.  Kemungkinan akan terjadi pemborosan sumber daya di Indonesia sehubungan dengan pembangunan jaringan fiber optic ini.

Bagaimana hal ini bisa diatasi? Dengan berkembangnya konsep sharing di semua industri maka infrastructure sharing, khususnya kabel fiber optik sudah harus diupayakan terjadi di Indonesia. Indonesia memerlukan jaringan fiber optik yang menjangkau seluruh pelosok tanah air dan memiliki kapasitas super besar dengan biaya investasi/pemeliharaan yang cukup murah. Jaringan fiber optik nasional harus handal, memiliki self-healing system, automatic routing dan seamless. Pemilik jaringan fiber optik saat ini seperti Telkom, Indosat, XL, BAKTI (KOMINFO) dan pemilik JARTUB (Moratelindo, Biznet, PGASCOM dan Icon+) perlu didorong berkolaborasi untuk merancang dan membangun sistem transmisi fiber optik nasional. Saat ini sudah tidak jamannya lagi membangun sendiri-sendiri, karena harganya mahal dan biaya operasionalnya tinggi. Masing-masing pihak dapat berkontribusi dalam pembangunan fiber optik di dalam kota atau antar pulau yang menghubungkan Indonesia dari Barat sampai Timur dan dari Utara ke Selatan.

Untuk penyediaan kapasitas sistem transmisi di kota-kota besar, ada baiknya para Operator Telekomunikasi/Selular bekerjasama dengan PEMDA untuk membangun infrastruktur bersama, dimana PEMDA membangun infrastruktur fiber optik  dan tiang monopole, untuk disewakan kepada Operator Telekomunikasi/Selular yang membutuhkannya. PEMDA dapat menggunakan sebagian dari kapasitas sistem transmisi fiber optik tersebut untuk aplikasi Smart-city.

Mari kita wujudkan sinergi antar Operator Telekomunikasi/Selular, KOMINFO  dan PEMDA untuk menyediakan infrastruktur fiber optik nasional untuk menjadi tulangpunggung dari layanan Internet berkualitas tinggi, yang diperlukan untuk mewujudkan Industry 4.0, smart-city dan e-Commerce serta transformasi digital lainnya sehingga Indonesia siap menjadi negara yang menerapkan teknologi digital berkualitas. [lumumba sirait]