e2consulting.co.id – Ulasan kali ini tentang transformasi digital di bidang alat pembayaran yang telah merubah gaya hidup masyarakat. Transformasi alat bayar yang berkembang pesat di China telah melanda ke negara-negara berkembang seperti India, Indonesia, Vietnam, Thailand, Malayasia dan berbagai negara berkembang lainnya. Hal ini dimungkinkan oleh teknologi Quick Response (QR) Code, internet broadband, smartphone dan aplikasi Fintech payment system. Di negara-negara yang lebih maju, dompet digital sudah lebih dulu berkembang dengan menggunakan kartu prabayar Bank dan kartu merchant yang berisi sejumlah uang didalamnya serta dapat diisi ulang.

Sejarah dompet digital di Indonesia bermula pada tahun 2007 ketika Telkomsel mendapat lisensi Bank Indonesia untuk layanan T-Cash. Lisensi dompet digital menyusul diberikan kepada Indosat dan XL. Dompet digital Operator Selular hanya dapat digunakan untuk membeli layanan telekomunikasi dan konten digital. Belakangan dapat digunakan untuk membeli produk dan layanan lain dari merchant seperti makanan/minuman dan nonton bioskop. Pihak perbankan menilai dompet digital Operator Selular sebagai ancaman, mereka segera meluncurkan dompet digital dengan berbagai nama, BCA menerbit Flazz, Mandiri menerbitkan e-Money, BRI menerbitkan Brizzi, BNI menerbitkan UnikQu dan sebagainya. Masing-masing bank memiliki keunggulan layanannya, misalnya e-Money digunakan untuk kartu pembayaran tol dan Flazz untuk bayar parkir. Namun karena merchant dan penggunaan uang digital Operator Selular dan perbankan sangat terbatas maka pertumbuhan penggunanya cukup lambat. Mereka tidak membangun ecosystem digital sebagaimana yang dilakukan oleh digital company.

Kehadiran Go-jek sebagai penyedia layanan ride-hailing melihat payment system sebagai layanan baru yang sangat dibutuhkan masyarakat untuk membayar berbagai transaksi sehari-hari. Go-jek  sudah memiliki ecosystem digital yang terdiri dari pengojek dan pengguna jasa ojek online, memperluas ecosystem-nya menjadi layanan e-Commerce,  termasuk menyediakan layanan pembayaran digital. Lahirlah Go-food, Go-car, Go-clean dan Go-lainnya serta Go-Pay sebagai alat bayar. Lippo Group membangun payment system OVO, diikuti oleh Emtek Group mendirikan Dana, menyusul perusahaan lain seperti layanan Doku dan Sakuku. BUMN akhirnya menggabungkan seluruh uang elektroniknya menjadi LinkAja, yang dimiliki oleh Telkomsel, BRI, Mandiri, BNI, BTN dan Pertamina. Bank swasta tidak ketinggalan meluncurkan dompet digitalnya seperti Go Mobile dari CIMB Niaga dan Jenius dari BTPN.

Masyarakat Indonesia sangat cepat beradaptasi terhadap teknologi dan layanan digital. Hal ini terlihat dari cepatnya masyarakat beradaptasi membeli tiket pesawat dan kereta api secara online, mengisi kartu tol, hingga berbelanja lewat e-Commerce. Masyarakat segera men-download aplikasi dompet digital dan mengisi saldonya secara berkala. Dompet digital digunakan untuk membayar jasa ride-hailing seperti Go-jek, Go-car dan Grab, dan membayar tiket kereta api commuter line serta busway. Kemudian berkembang layanan e-Commerce untuk pembelian pulsa dan token listrik, pembayaran listrik, BPJS dan pembelian barang/jasa secara online. Dan yang lebih baru adalah pembelian barang atau jasa di pedagang (merchant).  Pembeli barang/jasa  melakukan scanning smartphone-nya ke QR Code milik pedagang, diproses oleh aplikasi payment system dan  setelah otorisasi disetujui maka pembayaran langsung terjadi, saldo dompet digital pembeli berkurang dan saldo dompet digital pedagang bertambah sesuai dengan nilai transaksi yang terjadi. Begitu mudah dan begitu cepat!

Sejalan dengan rencana menuju cashless society, Pemerintah telah membuka dompet digital asing untuk masuk ke Indonesia, dengan syarat harus bekerjasama dengan bank nasional buku empat. Dalam waktu dekat akan masuk dompet digital Ali Pay dari Alibaba yang akan bekerjasama dengan BCA dan dompet WeChat Pay dari TenCent yang akan bekerjasama dengan BRI. Layanan ini ditujukan buat turis dan warga negara Cina yang berkunjung ke tanah air.

Dompet digital terus bertumbuh diseluruh dunia, khususnya dikembangkan oleh OTT player seperti Google, Facebook, Apple dan Amazon. Semuanya menggunakan smartphone sebagai alat bertransaksi. Apple akan segera menerbitkan Apple Pay yang berfungsi seperti credit-card dengan berbagai fitur yang menyenangkan. Demikian pula Google telah menerbitkan Google Pay pada tanggal 8 Januari 2018 untuk pembayaran in-store, peer to peer and online payment. Amazon telah menerbitkan Amazon Pay yang menawarkan kepada pelanggan cara pembayaran yang cepat dan aman di pintu check-out di seluruh dunia. Yang terbaru adalah Facebook sedang mengembangkan alat bayar Libra yang dapat digunakan di seluruh dunia dengan mudah dan aman. Facebook menggandeng perusahaan alat bayar terkemuka seperti VISA, Master dan Paypal, status saat ini sedang berjuang mendapatkan persetujuan di Amerika Serikat dan menyusul ke negara-negara lainnya. Melalui Libra, masyarakat diseluruh dunia dengan mudah melakukan pengiriman uang dan melakukan transaksi online. Dan anak usaha Facebook, Whatsapp, saat ini sedang menguji coba layanan Whatsapp Pay di India, yang memungkinkan pengiriman uang ke sesama pengguna Whatssapp dengan mudahnya, sama seperti pengiriman message. Dan kemungkinan besar layanan ini akan diluncurkan ke seluruh dunia tahun 2020.

Begitu banyaknya dompet digital yang sudah tersedia dan yang akan segera muncul. Masyarakat saat ini cukup cerdik menggunakan dompet digitalnya. Mereka memiliki dua atau lebih dompet digital dan memilih dompet yang saat itu menawarkan cash back, promosi atau discount. Perusahaan e-Commerce dan atau digital payment berlomba untuk mendapatkan jumlah pelanggan dan trafik transaksi. Untuk itu mereka menggunakan uang yang didapat dari hasil penjualan saham  membiayai program cashback, promosi atau discount tersebut diatas. Mari kita monitor, sampai kapan para pengusaha e-Commerce dan atau digital payment ini mampu melakukan strategi bisnis tersebut.

Sebagai pemilik dompet digital, kita memiliki risiko kehilangan uang. Apakah hal ini karena smartphone yang hilang, ada fraud atau perusahaan e-Commerce / digital payment-nya bangkrut. Belum ada Undang-Undang yang mengatur perlindungan konsumen dompet digital. Oleh sebab itu, jangan menaruh uang yang banyak dalam dompet digital, cukup untuk keperluan mingguan atau maksimal untuk keperluan satu bulan. Silahkan dirancang kapan anda menggunakan dompet digital dan kapan menggunakan debit card bank serta kapan pula menggunakan kartu kredit.

Begitu mudahnya kita berbelanja dan memiliki alat bayar yang beragam. Berbagai tawaran belanja yang menggiurkan di e-Commerce dan aneka tawaran diskon, gratis ongkos kirim, pembayaran cicilan dan cash-back yang menggoda. Persoalannya dari mana uang diperoleh untuk mengisi dompet digital, anda harus memiliki saldo rekening yang cukup di bank. Jadilah pengguna dompet digital yang bijaksana, membeli sesuai dengan kebutuhan. Mari kita membuka aplikasi e-Commerce apabila ada sesuatu yang hendak dibeli dan fokus kepada barang atau jasa yang diperlukan saja! Ingat, menabung jauh lebih penting daripada membelanjakan uang, demi masa depan yang sejahtera. [lumumba sirait]