e2consulting.co.id – Pembahasan kita kali ini tentang transformasi digital di bidang layanan kesehatan. Dalam era kedua kepemimpinan Presiden Jokowi, layanan kesehatan menjadi prioritas penting dalam rangka mensejahterakan dan meningkatkan pelayanan kepada masyarakat. Demikian pula pelantikan dr. Terawan sebagai Menteri Kesehatan membawa harapan baru untuk meningkatkan pelayanan kesehatan masyarakat berkat pengalamannya memimpin RSPAD Gatot Subroto Jakarta. Berbagai tantangan yang muncul saat ini antara lain defisitnya anggaran BPJS Kesehatan dan kenaikan iuran Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) bulanan sebesar 100% ditengah pelayanan yang belum memadai. Teknologi digital diharapkan dapat membantu menyelesaikan masalah ini dengan menerapkan proses bisnis digital disetiap tahapan mulai dari pendaftaran BPJS Kesehatan, pengelolaan iuran bulanan, pendaftaran berobat di Puskesmas dan Rumah Sakit, proses rujukan ke Rumah Sakit, pelayanan dokter, pengelolaan obat, pembayaran biaya berobat hingga pengendalian pengelolaan kesehatan nasional.
Pelayanan kesehatan masyarakat kami bagi atas 3 bagian, pertama pendaftaran menjadi anggota BPJS, kedua pendaftaran dan pelayanan oleh Puskesmas/klinik/dokter/Rumah Sakit, dan ketiga adalah penyelesaian tagihan berobat. Disamping itu, ada bagian keempat yang tidak kalah penting, yakni upaya pencegahan sakit atau menjaga hidup sehat.
Bagian pertama adalah pendaftaran di BPJS yang terdiri dari anggota Penerima Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan (PBI) dan Bukan Penerima Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan (Non PBI). PBI merupakan fakir miskin yang ditanggung Pemerintah, sementara Non PBI terdiri pekerja penerima upah, pekerja bukan penerima upah dan bukan pekerja. Menurut BPJS, jumlah peserta JKS-KIS per 31 Oktober 2019 sejumlah 222,29 juta peserta, yang sejumlah 60 persennya PBI dari Pemerintah. Sebanyak 96 juta peserta disubsidi oleh Pemerintah Pusat dan 37,89 juta peserta disubsidi PEMDA (Kompas 16 November 2019). Sekitar 45 juta orang belum mendaftar jadi peserta BPJS dan 16 juta peserta menjadi non aktif karena menunggak. Tantangan utama dalam membina anggota BPJS adalah bagaimana supaya warga rutin membayar iuaran setiap bulan dan anggota yang belum terdaftar supaya mau mendaftar secara sukarela.
Bagian kedua dari sistem kesehatan nasional adalah pengelolaan pengalaman berobat, yang melibatkan BPJS dan pelayanan di Puskesmas/klinik/Rumah Sakit serta pelayanan dokter. Pelayanan kesehatan menjadi sangat penting untuk dikelola karena orang sakit akan menghasilkan negative multiplier effect, antara lain mengurangi produktivitas kerja individu, mengeluarkan biaya berobat dan membutuhkan pendamping pasien pada saat berobat jalan atau rawat inap. Pengalaman kurang menyenangkan dapat terjadi pada saat pendaftaran, pemeriksaan, pengambilan tindakan dan penyediaan obat-obatan. Masalah dimulai pada saat pendaftaran di Puskesmas/klinik/Rumah Sakit, dimana kebanyakan masih bersifat manual, antrian panjang untuk mendapat nomor dan pasien sering menunggu dari pagi hingga sore. Sementara itu, untuk mendapatkan penanganan Rumah Sakit memerlukan rujukan berjenjang dari Puskesmas ke Rumah Sakit tipe D, kemudian ke RS tipe C, lalu ke RS tipe B hingga RS tipe A sesuai dengan tingkat kesulitan penyakitnya, sehingga membutuhkan waktu yang lama dan pemeriksaan berulang sebelum tiba ke dokter ahli yang tepat menanganinya. Sementara itu pasien sudah menderita cukup lama menunggu. Beberapa Rumah Sakit telah berinovasi dalam pendaftaran online seperti RS Panti Rini di Sleman DIY dan RSUD Iskak Tulungagung. RS Panti Rapih menggunakan Whatsapp untuk mendaftar 1 hari sebelumnya dan RSUD Tulungagung menyediakan layanan hotline 24 jam untuk mempermudah pelayanan ke masyarakat (Kompas, 16 November 2019).
Pengalaman berikutnya adalah pada saat pemeriksaan oleh dokter. Penanganan dokter belum sepenuhnya memuaskan karena terbatasnya jumlah dokter ahli di daerah. Dokter-dokter ahli berpraktek di kota-kota besar dengan jumlah pasien yang banyak, sehingga tidak banyak yang bisa diajak untuk berdiskusi tentang penyakit pasien. Peralatan di klinik atau Rumah Sakit belum canggih, sehingga diagnosa penyakit masih sering lambat atau salah diagnosa.
Akibatnya, banyak warga mampu berobat ke luar negeri seperti Singapore, Kuala Lumpur, Penang dan Malaka. Disamping peralatan yang terbatas, sebagian besar Rumah Sakit masih bekerja manual, baik dalam proses kerja, maupun dalam menyimpan medical record. Demikian pula hasil pemeriksaan laboratorium masih disimpan bersifat fisik kertas atau film, belum berupa dokumen elektronik. Pelayanan rawat inap juga sering kurang memuaskan, antara lain ketersediaan kamar untuk pasien BPJS masih sulit diakses secara cepat. Dalam hal penyediaan obat, sering peserta BPJS tidak mendapatkan obat secara lengkap, namun adakalanya harus menandatangani resep seolah-olah semua sudah diterima. Hal ini berpotensi menjadi fraud oleh oknum-oknum di Rumah Sakit.
Bagian ketiga adalah pembayaran jasa ke Rumah Sakit, Klinik, dokter dan apotik. Hal ini dapat berupa pembayaran langsung oleh individu, BPJS, asuransi atau kantor. Pasien yang ditanggung asuransi pada umumnya berjalan cukup lancar, namun pasien yang membayar sendiri harus menyediakan deposit uang sebelum tindakan dokter dilakukan. Hal ini sangat menyulitkan bagi PBI yang belum mendaftar jadi anggota BPJS. Beberapa Rumah Sakit juga belum melayani BPJS Kesehatan, sehingga PBI yang sudah anggota BPJS Kesehatan harus menyiapkan uang deposit pada saat tindakan dokter atau rawat inap. Namun banyak pula warga PBI dan non PBI yang sudah mendaftar di BPJS Kesehatan menikmati layanan di Rumah Sakit/Klinik/dokter yang sudah anggota BPJS Kesehatan. Jumlah kunjungan ke Puskesmas/Klinik/Rumah Sakit yang dilayani BPJS setiap hari rata-rata sekitar 427.000 orang (Media Internal BPJS Edisi 72). Berbagai testimoni warga masyarakat atas layanan Rumah Sakit dan BPJS yang sungguh luar biasa dan gratis pula. Pengobatan tersebut antara lain penyakit jantung, ginjal dan cuci darah, serta penyakit lainnya. Hal ini menjadikan BPJS Kesehatan mengalami defisit yang makin besar setiap tahunnya. Defisit keuangan BPJS menyebabkan Rumah Sakit tidak mampu memberikan pelayanan yang optimum, cashflow keuangannya terganggu dan bahkan sering meminjam uang ke bank. Pemerintah telah bekerja keras dengan memberikan bantuan khusus untuk mengatasi defisit keuangan ini, namun sifatnya masih reaktif, belum menyentuh persoalan utama yang menyebabkan biaya meningkat. Perlu dijalankan program revenue & effective cost management.
Bagian keempat adalah efektivitas program pencegahan penyakit untuk mengurangi warga masyarakat berobat dengan menjaga serta meningkatkan kesehatan individu. Misalnya, bagaimana mencegah anak remaja supaya tidak merokok karena hal ini berpotensi menyebabkan penyakit jantung, bagaimana menjalankan pola makan sehat dengan mengurangi asupan gula, garam dan lemak. Perlu ditingkatkan kesadaran akan kesehatan, pola makan sehat, olahraga yang teratur serta tidur yang cukup. Kata kuncinya, pencegahan lebih baik dari pada pengobatan.
Kembali ke topik judul tulisan ini, digitalisasi dalam sistem kesehatan nasional dibutuhkan untuk membantu Pemerintah mewujudkan tujuan strategis kesehatan nasional secara efektif dan efisien serta tercipta tingkat index kesehatan masyarakat Indonesia yang tinggi. Teknologi digital akan berperan sebagai enabler dalam menjalankan program kerja strategis Pemerintah, antara lain digitalisasi proses pelayanan di BPJS hingga ke Puskesmas/Rumah Sakit/Klinik, pengelolaan obat nasional, pengelolaan big-data dan Artificial Intelligent (AI) untuk mengetahui penyakit dan penyebabnya, digital medical records di Rumah Sakit, penggunaan laboratorium modern dan alat-alat kesehatan digital hingga pelaksanaan operasi jarak jauh dengan menggunakan robot melalui jaringan internet 4G/5G. Disamping peralatan kesehatan, yang tidak kalah pentingnya adalah pengembangan kompetensi dokter dan paramedis serta peningkatan manajemen Rumah Sakit secara nasional.
Dari analisis permasalahan tersebut diatas, kami mengusulkan sejumlah program strategis Pemerintah, antara lain :
- Peningkatan pengelolaan data anggota dan pengumpulan iuaran bulanan BPJS.
- Digitalisasi proses pendaftaran di Puskesmas, Rumah Sakit, Klinik dan BPJS.
- Peningkatan kompetensi dokter, paramedis dan pelayan kesehatan.
- Digitalisasi proses bisnis di Puskesmas dan Rumah Sakit.
- Pemberdayaan organisasi BPJS dan Manajemen Rumah Sakit.
- Penggunaan teknologi digital di Rumah Sakit.
- Penyebaran dokter ahli hingga kabupaten.
- Peninjauan kembali layanan BPJS.
- Pengelolaan obat-obatan berbasis teknologi digital.
- Program pencegahan penyakit.
Begitu banyaknya program kerja strategis yang harus dijalankan dan hal ini membutuhkan kajian yang lebih mendalam. Untuk itu, kami akan mengulas digitalisasi layanan kesehatan sesuai dengan topik yang relevan pada artikel mendatang. [lumumba sirait]