e2consulting.co.id – Dalam beberapa tahun terakhir ini, kita telah sering mendengar perkembangan Smartcity di berbagai kota di seluruh dunia seperti Barcelona, Seoul dan Singapore. Pemerintah kota berlomba-lomba merancang dan membangun Smartcity sesuai dengan kebutuhan kotanya. Di Indonesia juga terdengar pelaksanaan Smartcity di Jakarta, Bandung, Surabaya dan kota-kota lainnya, dengan lingkup kerja yang lebih sederhana. Terdapat berbagai pemahaman tentang Smartcity, untuk itu perlu kita pahami definisinya terlebih dahulu. Menurut Technopedia, Smartcity merupakan penggabungan teknologi informasi dan komunikasi untuk meningkatkan kualitas dan performansi pelayanan terhadap masyarakat urban antara lain dalam bidang pengelolaan energi, transportasi dan utilitas untuk mengurangi konsumsi sumber daya, sampah atau limbah serta biaya secara keseluruhan. Tujuan yang lebih jauh adalah untuk meningkatkan kualitas hidup warga masyarakat melalui penggunaan teknologi yang cerdas.

Menurut IDC Government Insight 2016, penggunaan teknologi Smartcity di Penerangan Jalan Umum dengan Network LED smart lighting telah mengurangi operation and energy cost sebesar 50%. Pengelolaan sampah terpadu (connected trash bin) telah menghasilkan pengurangan biaya sebesar 40% – 80%, Smart parking berhasil mengurangi biaya sebesar 20% – 30%, Smart building dengan payback period kurang dari 6 bulan serta Smart water berhasil mengurangi kebocoran pipa air bersih sebesar 40%.

Digitalisasi pengelolaan kota berkembang sesuai dengan tuntutan masyarakat modern untuk pelayanan kota yang lebih baik dan manusiawi serta perkembangan teknologi digital yang memungkinkan integrasi seluruh infrastruktur kota, dengan melibatkan para stakeholder terkait. Penggunaan utama aplikasi Smartcity antara lain untuk layanan Tranportasi umum, Air bersih, Listrik, Sanitasi, Sampah dan limbah, IT-connectivity, Urban mobility, dan partisipasi publik. Namun terdapat beberapa kota yang sudah lebih maju, dimana layanannya sudah lebih advanced dan mampu memberikan layanan masyarakat yang lebih spesifik, misalnya pengendalian pandemi.

Implementasi Smartcity dilakukan dengan menggunakan teknologi digital DNA (Device, Network, Application) dan Business Platform, yang tergabung dalam ekosistem Smartcity. Ekosistem Smartcity dapat meliputi Pemerintah Daerah (PEMDA) sebagai pengendali, warga masyarakat sebagai pengguna layanan, penyedia infrastruktur dan utilitas kota, penyedia infrastruktur dan aplikasi Smartcity serta pelaku usaha yang memanfaatkan aplikasi Smartcity untuk melayani masyarakat. Device merupakan alat pemantau situasi kota dan berbagai sarana dan prasarana kota. Dengan menggunakan device kamera monitoring dan sensor Internet of Things (IoT) sistem aplikasi akan memantau dan atau mengumpulkan informasi tentang situasi kota secara real-time dan melakukan pengukuran di titik-titik penting pada instalasi infrastruktur kota secara berkala.

Network berupa jaringan Internet atau IoT Network yang menyalurkan data-data dari Device ke Business Platform dan sebaliknya. Jaringan Internet ini dapat dimiliki sendiri oleh PEMDA atau bekerjasama dengan penyedia Internet pita lebar atau penyedia IoT Network. Application merupakan software yang dirancang khusus untuk menjalankan aktivitas monitoring dan pengukuran sesuai dengan tujuan, misalnya monitoring trafik lalu-lintas di jalan raya, pengaturan transportasi umum (bis dan kereta api komuter), penerangan jalan umum, pengelolaan sampah, monitoring kebocoran pipa, pengukuran tingkat polusi dan kerumunan massa. Business Platform merupakan server yang mengumpulkan dan memproses semua data dari Device. Pusat pemrosesan data ini dapat dimiliki sendiri oleh PEMDA atau dapat menyewa dari penyedia layanan Cloud Computing. Device mengumpulkan data dari berbagai sudut kota, dikirimkan melalui Network, selanjutnya diproses aplikasi sehingga menghasilkan informasi yang menjadi kesimpulan kondisi lapangan serta prediksi kondisi kota kedepan. Pusat pengendali Smartcity akan memutuskan tindakan apa yang segera perlu dilakukan PEMDA dan langkah antisipasi masa depan yang perlu dipersiapkan dari sekarang.

Bagaimana dengan implementasi Smartcity di Indonesia? Berbagai kota besar telah menerapkan Smartcity dalam skala terbatas dan ruang lingkup yang berbeda-beda. Misalnya di Jakarta pernah menggunakan aplikasi Qlue yang salah satu feature-nya untuk melayani pengaduan masyarakat, misalnya kondisi lingkungan pemukiman yang tidak baik. Layanan ini cukup efektif dan segera direspons PEMDA DKI, namun saat ini tidak terdengar lagi gaungnya. Menurut portal Jakarta Smartcity PEMDA DKI, implementasi Smartcity di bidang Pemerintahan sudah berjalan, ditandai dengan adanya organisasi khusus dan tugas pokoknya serta penggunaan peralatan dan teknologi digital di dalam bekerja. Titik berat pelaksanaan Smartcity adalah memantau banjir, mengelola sampah dan pengaduan masyarakat serta pengendalian internal organisasi PEMDA DKI.

Perencanaan Smartcity di suatu kota dimulai dengan menentukan definisi Smartcity bagi kota tersebut, kemudian menentukan kondisi kota yang diharapkan, lalu mengidentifikasi kesenjangan yang terjadi dan terakhir mengusulkan solusi yang perlu dibangun. Pembangunan Smartcity memerlukan anggaran investasi dan operasional yang besar. Hal ini sering menciutkan nyali PEMDA untuk mewujudkannya. Namun, bila digabungkan dengan rencana pengembangan tata kota secara terpadu maka besarnya biaya Smartcity ini cukup layak untuk dijalankan. Oleh sebab itu, pelaksanaan Smartcity perlu dilakukan secara bertahap sesuai dengan kemampuan keuangan PEMDA. Disamping mengandalkan kas PEMDA, pembiayaannya dapat pula melalui kerjasama dengan pihak swasta, misalnya dengan Operator Telekomunikasi. Pihak Operator Telekomunikasi diberi kesempatan untuk membangun jaringan fiber optik dan menara Telekomunikasi di dalam kota. PEMDA dapat menggunakan sebagian fiber optic core yang dibangun untuk keperluan internal mereka. Demikian pula Operator Telekomunikasi diminta untuk menyediakan software aplikasi berikut layanan Cloud computing-nya. Konsep ini akan lebih murah jika ditawarkan ke berbagai PEMDA sehingga biaya pengembangan aplikasi dan biaya operasional Smartcity bisa ditanggung bersama.

Kerena pekerjaan Smartcity ini sangat kompleks dan butuh kordinasi antar PEMDA maka sebaiknya Pemerintah Pusat dalam hal ini Departemen Dalam Negeri, Departemen Kominfo dan BAPPENAS perlu membuat model pengelolaan Smartcity, dengan menyediakan sumberdaya dan memperhitungkan faktor-faktor sebagai berikut :

  1. Setiap penyusunan Master Plan kota harus mencakup perencanaan Smartcity-nya.
  2. Membedakan Smartcity atas kota metropolitan, kota sedang dan kota kecil.
  3. Membuat model kerjasama dengan penyedia infrastruktur Smartcity.
  4. Menyediakan anggaran pilot project Smartcity.
  5. Melibatkan para pihak dalam pengembangan Smartcity, antara lain melibatkan Operator Telekomunikasi, penyedia Cloud Computing dan Perguruan Tinggi.
  6. Melakukan pembangunan percontohan (pilot project) Smartcity dengan PEMDA dan pihak swasta.
  7. Melakukan duplikasi ke kota-kota lainnya jika pilot project berhasil dan merancang pembangunan Smartcity nasional.

Semoga implementasi Smartcity bisa terwujud di tanah air sebagai langkah menuju Indonesia emas 2045. Mari kita lakukan kerjasama atau kolaborasi antar Pemerintah Pusat, PEMDA, BUMN dan swasta untuk menciptakan banyak kota cerdas di bumi pertiwi. Bersama kita bisa!