e2consulting.co.id – Menurut hasil penelitian konsultan Mc.Kinsey pada tahun 2022, sekitar 70% perusahaan yang bertransformasi mengalami kegagalan. Dengan kata lain, 2 dari 3 perusahaan yang bertransformasi gagal mencapai tujuannya. Mengapa hal ini bisa terjadi?
Menarik kembali melihat perjalanan bangsa Amerika Serikat pada waktu pertama kali mengirimkan orang ke bulan. Pada tahun 1962, presiden Jhon F Kennedy berpidato : “Pada dekade ini kita akan mendaratkan manusia di bulan dan kembali dengan selamat”. Hal ini terwujud dengan mendaratnya Neil Amstrong dan kawan-kawan di bulan pada tahun 1968. Rencana perjalanan ke bulan ini sudah dirancang NASA semenjak tahun 1958, dengan menetapkan aspirasi atau sasaran mendaratkan manusia di bulan. Aspirasi ini diterjemahkan ke dalam tiga program besar yakni, mengembangkan sistem navigasi, propulsi (roket dan wahana penerbangan) dan sistem pendukung kehidupan. NASA melakukan transformasi untuk mewujudkan perjalanan manusia pertama ke bulan, dengan melibatkan seluruh insan NASA dan mengembangkan teknologi terkini dan proses kerja yang terintegrasi. Pekerjaan ini membutuhkan waktu yang lama, yakni sekitar 10 tahun.
Demikian pula halnya untuk organisasi atau perusahaan besar, perjalanan transformasinya membutuhkan waktu yang lama untuk menghasilkan suatu perubahan yang berarti. Dibutuhkan tatakelola, sumberdaya teknologi, SDM, organisasi dan proses bisnis, uang serta semangat juang seluruh insan perusahaan atau organisasi untuk mewujudkannya.
Untuk itu, organisasi atau perusahaan perlu membuat gambaran lengkap tentang pelaksanaan transformasi, yakni berupa kerangka kerja atau framework, yang memberikan gambaran tentang apsirasi yang hendak dicapai, kapabilitas yang dibutuhkan untuk mencapainya dan strategi untuk mencapai tujuan. Berdasarkan framework ini disusun peta jalan (roadmap) perjalanan transformasi, yakni program kerja strategis yang bersifat jangka pendek, menengah (3 hingga 5 tahun ke depan) serta jangka panjang.
Dengan adanya framework dan roadmap perjalanan organisasi atau perusahaan, maka tugas selanjutnya berada di pimpinan organisasi atau CEO perusahaan, untuk meyakinkan para pemimpin tertinggi hingga tenaga pelaksana lapangan tentang rencana perjalanan organisasi atau perusahaan ke depan. Para pimpinan di tingkat atas harus mampu menjelaskan mengapa perusahaan harus bertansformasi, apa manfaatnya bagi perusahaan dan bagi individu, serta mengajak semua pihak untuk ikut terlibat dalam pelaksanaan program transformasi. Hal ini berhasil dilakukan pimpinan NASA pada waktu mereka membangun kapabilitas untuk pergi ke bulan.
Melakukan perubahan sikap manusia tidak mudah, karena sebagian besar karyawan/pegawai sudah nyaman dengan kondisi saat ini. Hal ini menjadi tantangan besar bagi organisasi atau perusahaan untuk mengajak semua insan agar mau terlibat dalam kegiatan perubahan. Perlu pengkondisian lingkungan internal agar terjadi lingkungan kerja yang kondusif sebelum program transformasi dijalankan. Para pihak akan mengalami situasi yang kurang nyaman karena beban kerja yang lebih besar dan perlu untuk meningkatkan ketrampilan (up-skilling) atau merubah ketrampilan (re-skilling). Pada saat yang bersamaan, mereka dituntut mengerjakan tugas rutin dan pekerjaan baru menjalankan program transformasi.
Untuk itu, perlu dibangun Change Management, yang memetakan semua kepentingan para pihak, merancang dan menjalankan serta mengkordinasikan perjalanan transformasi, menyeleraskan insiatif program kerja transformasi, melaporkan kemajuan dan hambatan di lapangan, serta mengkomunikasikan perjalanan transformasi. Perlu dibentuk sejumlah organisasi Change Management Team, yang terdiri dari Program Management Office (PMO) sebagai pengendali program transformasi, High Performing Team yang menjalankan sejumlah program atau proyek-proyek strategis, agen perubahan (Agent of Changes) yang akan menjembatani hubungan antara pimpinan tingkat atas dengan seluruh karyawan dalam menghadapi perubahan yang terjadi (bersambung).