e2consulting.co.id – Perkembangan transaksi data pengguna telepon selular dan internet tetap (fixed-internet) meningkat pesat setiap bulannya, hal ini disebabkan pertumbuhan jumlah pengguna dan berkembangnya software aplikasi yang dibutuhkan masyarakat, pelaku usaha dan organisasi pemerintah. Kegiatan transaksi data tersebut diantaranya adalah aplikasi e-Commerce, content upload dan download, games dan kebutuhan profesional, bisnis perkantoran dan pemerintahan (Government Technology).

Data is a new oil. Menurut Ericsson Mobility Report bulan Desember 2024, terdapat 8,7 miliar jumlah pelanggan telepon selular di seluruh dunia, diantaranya terdapat 2,3 miliar sebagai pengguna jaringan 5G. Total data selular uplink dan downlink yang dibangkitkan meningkat terus, terakhir telah mencapai 160 Etabyte (EB)/bulan pada triwulan-4 2024. Perkembangan trafik data ini membutuhkan Pusat Pengolah Data yang mampu melayani pertumbuhan data dari waktu ke waktu. Dibutuhkan server sebagai tempat pemrosesan data dan memori sebagai tempat penyimpan data dari berbagai transaksi atau kegiatan.

Pusat Pengolah Data tersebar di berbagai tempat, yang dapat berupa komputer mainframe atau mesin-mesin server, yang ditempatkan di dalam kantor (in-house server) atau berada di awan (cloud computing). Saat ini sebagian besar bank tradisional masih melakukan kegiatan core bankingnya menggunakan in-house server, namun sebagian bank modern, khususnya bank digital,  sudah melakukan kegiatan perbankannya menggunakan server virtual atau layanan cloud computing.

Perusahaan e-Commerce atau rintisan (start-up) melakukan pengembangan usahanya dengan mengandalkan layanan cloud computing, sebagai tempat penyimpanan software aplikasi dan pemrosesan seluruh transaksi pelanggan serta para pedagang. Mereka tidak perlu membangun sistem IT sendiri, cukup menyewa layanan cloud computing. Perusahaan penyaji konten (content provider) melakukan optimalisasi penyimpanan data, dengan menempatkan server di lokasi-lokasi yang sedekat mungkin dengan pelanggannya agar proses upload atau download content dapat segera terlaksana.

Peraturan Pemerintah telah mewajibkan para perusahaan yang beroperasi di Indonesia agar menyimpan data-data pelanggannya di dalam negeri. Aturan ini telah mendorong para perusahaan cloud computing, perusahaan multi nasional, perbankan dan asuransi, untuk mengoperasikan servernya di dalam negeri. Ada dua pilihan, membangun dan mengoperasikan data-centre secara mandiri, atau menyewa data-centre yang dimiliki penyedia lokasi data-centre. Membangun gedung data-centre dan mengoperasikannya secara mandiri, pada umumnya dilakukan oleh bank, asuransi dan institusi pemerintah. Pengelolaan secara mandiri ini lebih mahal biayanya, karena harus membangun dan memelihara gedung serta mempekerjakan SDM untuk mengoperasikan server dan menjaga keamanan gedungnya. Cara kedua menjadi pilihan yang lebih menguntungkan, kita tidak perlu investasi gedung dan memeliharanya, cukup menyewa kepada penyedia lokasi data-centre, mereka yang menyiapkan ruangan, listrik, pengkondisian ruang berikut sistem pengamanan fisiknya.

Saat ini bisnis data-centre nasional semakin berkembang, telah menarik para penyedia konten seperti YouTube, Netflix, Facebook dan Disney untuk memproses datanya di dalam negeri. Demikian pula perusahaan Cloud Computing, seperti AWS, Google, Microsoft dan Alibaba, mereka menyewa lokasi dari perusahaan data-centre dalam negeri. Keberadaan server di dalam negeri telah membantu pelanggan perusahaan cloud computing untuk mematuhi aturan penyimpanan data di dalam negeri. Keuntungan lainnya adalah proses transaksi data berlangsung secara cepat dan latency yang singkat. Perusahaan cloud computing sangat diuntungkan dengan adanya layanan lokasi data-centre, mereka tidak perlu investasi dan mengoperasikan gedung, setiap saat dapat menambah kapasitas server serta tersedia jaminan kapasitas ruangan untuk jangka panjang.

Dalam menjalankan bisnis lokasi data-centre, terdapat 3 hal penting yang harus dipenuhi, yakni pasokan listrik yang mencukupi dan berkualitas tinggi, air yang berfungsi sebagai sistem pendingin, dan tersedia akses fiber optik untuk menghubungkan lokasi data-centre ke dunia luar.

Peluang bisnis data-centre ini telah dilihat Toto Sugiri, yang merupakan raja data-centre di Indonesia. Toto sangat jeli melihat perkembangan bisnis digital. Kebutuhan alat pemrosesan dan penyimpanan data akan  bertumbuh sangat cepat dari tahun ke tahun. Dengan jumlah penduduk Indonesia sekitar 270 juta orang dan kebutuhan listrik per kapita untuk setiap penduduk 10 Watt, maka diperkirakan kebutuhan data- centre Indonesia sekitar 2.700 Mega Watt, sementara yang tersedia tahun 2024 baru sekitar 119 Mega Watt. Saat ini, data-data kita masih banyak di simpan di luar negeri, khususnya di Singapura. Peluang bisnis inilah yang ditangkap Toto.

Toto mendirikan perusahaan Data Centre Indonesia (DCI) pada tahun 2011. Dari awal pendiriannya, DCI sudah memposisikan diri sebagai penyedia lokasi data-centre berkualitas tinggi, yakni Tier-4, suatu layanan yang hanya memperbolehkan listrik padam maksimum 5 menit dalam satu tahun (kumulatif). Suatu target yang sangat sulit dicapai dan membutuhkan investasi yang sangat besar, karena semua infrastruktur harus bersifat ganda atau redundant, no single point of failure.

Layanan premium Tier-4 ini telah menarik calon pelanggan untuk bergabung, khususnya perusahaan besar asing, yang membutuhkan layanan data-cCentre kelas dunia. Ketertarikan ini  didukung oleh harga sewa yang lebih murah, yakni setara dengan Tier-3. Perusahaan global sangat diuntungan dengan adanya layanan DCI karena menghemat biaya operasional dan mengurangi kompleksitas pengoperasian sistem IT perusahaan. Pelanggan DCI fokus kepada operasional server komputer dan pengaturan bebannya saja, serta monitoring perkembangan trafik lalulintas keluar masuk data, selebihnya diurus DCI.

Sebagai Tier-4 company, DCI telah berhasil mewujudkan layanan zero down time, yakni tidak pernah mati selama 10 tahun beroperasi. Hal ini bisa dicapai karena sistem pengoperasian data-centre mendayagunakan teknologi digital pada proses kerjanya. Teknologi sensor IoT, pengumpulan data secara real-time, pengolahan data analytics, Machine Learning hingga AI, membuat sistem catu daya server bekerja optimal, sehingga tercapai efisiensi penggunaan energi listrik. Demikian pula sistem AI mampu menggerakkan sistem pendingin bekerja secara cerdas menyasar ke server-server yang menghasilkan suhu yang lebih tinggi, sehingga sistem pendinginan berjalan optimal. Mereka juga menggunakan energi baru terbarukan, yakni sistem solar-cell, yang dipasang di lokasi data-centre Cikarang dan Cibitung.

Penyedia layanan data-centre lainnya adalah Telkom, Indosat, Biznet dan berbagai perusahaan baru yang mengkhususkan diri sebagai penyedia layanan lokasi data-centre. Kebutuhan akan lokasi data-centre akan semakin berkembang, sehubungan dengan berkembangnya layanan Artificial Intelligent (AI), yang membutuhkan unit pemrosesan khusus, yang disebut sebagai GPU (Graphic Processing Unit). Sistem layanan AI membutuhkan GPU yang memiliki kapasitas prosessing dan daya yang jauh lebih besar dari CPU. Bisnis lokasi data-centre nasional akan terus bertumbuh, namun perlu dipastikan sistem kehandalan dan pengamanannya, serta perlu disebar ke luar pulau Jawa, agar beban trafik merata dan kehandalannya lebih terjamin.