e2consulting.co.id – Baru-baru ini harian Kompas menulis tajuk tentang beralihnya kepemimpinan perusahaan rintisan (start-up) Nasional, beralih dari pendirinya (founder) kepada orang yang ditunjuk investor atau pemegang saham utama. Beberapa pergantian kepemimpinan terjadi di TaniHub, Tokopedia, Bukalapak, hingga terakhir e-Fisherry.

Para pendiri start-up unggul Nasional telah berhasil mengembangkan usahanya hingga mendatangkan investor untuk mendanai pengembangan usaha berikutnya. Investor masuk sebagai pemegang saham, perusahaan tetap dijalankan founder, namun kendalinya berpindah ke investor. Dalam perjalanan waktu, banyak perusahaan start-up tidak berkembang sesuai dengan harapan investor, sehingga mereka menunjuk CEO baru atau manajemen baru.

Perusahaan start-up melewati empat tahap pengembangan usaha, mulai dari fasa awal, lalu masuk ke fasa validasi, terus meningkat ke fasa pertumbuhan hingga masuk fasa ekspansi. Pada umumnya perusahaan start-up unggul Nasional sudah masuk fasa ekspansi. Para start-up unggul Nasional menyusun business plan dan berhasil meyakinkan para venture capital sehingga mereka mendapatkan uang kas ratusan miliar hingga triliunan rupiah. Dan yang lebih hebat lagi, perusahaan Bukalapak dan GoTo sudah masuk Bursa Saham Indonesia.

Uang kas yang diperoleh dari investor digunakan perusahaan start-up unggul Nasional untuk keperluan biaya operasional, marketing dan sales serta untuk pengembangan usaha. Namun para start-up unggul Nasional belum berhasil mencetak keuntungan usaha. Beberapa perusahaan start-up mengalami kerugian usaha karena harga jual tidak sebanding dengan harga produksi dan distribusi. Dimasa lalu, perusahaan yang bergerak di bidang e-Commerce bersaing dengan melakukan “bakar uang”, yakni dengan melakukan diskon barang/jasa atau bebas ongkos kirim. Strategi ini memang telah mendongkrak transaksi penjualan, namun tidak menghasilkan keuntungan, sehingga perusahaan merugi.

Untuk memenuhi janji kepada investor, perusahaan start-up melakukan pengembangan usaha, namun banyak yang gagal. Contohnya, beberapa bidang usaha Gojek sudah tutup dan kredit macet terjadi pada TaniFund. Untuk membuka pasar yang lebih besar, Gojek dan Tokopedia melakukan merger, dengan nama GoTo, namun sayang harga sahamnya belum bergerak naik hingga saat ini. Sementara Bukalapak terpaksa menutup lapak atau marketplace-nya dan Tokopedia diakuisisi oleh TikTok. Terakhir e-Fisherry dikabarkan melakukan fraud, dengan membuat laporan keuangan ganda.

Apa yang salah dengan pengelolaan bisnis start-up di Indonesia? Menurut hemat saya terdapat empat penyebab kemunduran perusahaan start-up Nasional :

  1. Tekanan dari kompetitor asing

Perusahaan e-Commerce asing yang beroperasi di Indonesia, memiliki kekuatan finansial, teknologi dan organisasi yang jauh lebih mumpuni, sehingga mampu menghasilkan inovasi metoda penjualan yang lebih menarik dan harga yang lebih murah. Hal ini menyebabkan perusahaan e-Commerce nasional kalah bersaing, sehingga terpaksa menutup lapaknya atau dibeli oleh perusahaan asing.

2. Kurang kemampuan berinovasi

Perusahaan start-up Nasional kesulitan mengembangkan bisnis baru. Hal ini ditandai dengan kegiatan ekspansi usaha yang dilakukan kurang relevan dengan bisnis inti atau memilih bisnis berisiko tinggi, bahkan sebagian uangnya masih disimpan di bank. Mereka kesulitan berinovasi, khususnya untuk mengembangkan produk atau layanan baru. Hal ini terjadi karena kemampuan organisasi, SDM dan teknologi perusahaan start-up Nasional masih sangat terbatas. Bandingkan dengan perusahaan start-up asing, yang saat ini telah mengembangkan berbagai produk, layanan atau solusi bisnis, untuk memenuhi kebutuhan pribadi, perusahaan maupun untuk pemerintahan. Mereka menggunakan teknologi tinggi yang didukung oleh software aplikasi, data analytics, Machine Learning hingga Artificial Intelligent.

3. Berkurangnya rasa memiliki perusahaan oleh para pendiri

Seiring dengan berpindahnya saham ke investor maka rasa memiliki perusahaan oleh para pendiri mulai berkurang. Mereka menjadi pemegang saham minoritas, tidak lagi leluasa mengendalikan perusahaan dan wajib memberikan laporan kepada pemegang saham. Mereka juga dituntut oleh pemegang saham mengembangkan bisnis baru, sesuai dengan janji semula. Dengan uang kas yang ada di tangan, mereka mulai mengembangkan bisnis pribadi baru, sehingga perhatian kepada perusahaan start-up induk semakin berkurang.

4. Kurang memahami etika bisnis

Para pendiri perusahaan start-up Nasional pada umumnya kaum muda lulusan perguruan tinggi, yang belum berpengalaman dalam bisnis dan tata kelola usaha. Dengan uang kas yang nilainya besar di tangan, mereka berpeluang menggunakan uang untuk hal-hal yang diluar tujuan perusahaan. Mereka sering tergoda menggunakan uang perusahaan untuk pengeluaran pribadi dan keluarga, flexing, hingga melakukan insider trading (melakukan kegiatan usaha di dalam perusahaan).

Kita mengharapkan perusahaan start-up Nasional bangkit kembali. Pemerintah perlu memfasilitasi lahirnya perusahaan start-up baru yang mampu mengembangkan produk untuk memenuhi kebutuhan hajat hidup orang banyak dan jasa software aplikasi serta solusi bisnis yang dibutuhkan untuk keperluan pribadi, perusahaan atau pemerintahan. Para kaum muda perlu dibekali dengan keahlian mengelola usaha, membuat model bisnis, serta diberi sarana inkubasi bisnis, teknologi dan modal usaha, bimbingan teknis serta pemahaman etika bisnis. Tanpa dukungan Pemerintah, kita hanya akan menghasilkan perusahaan start-up yang hidupnya seumur jagung saja!