e2consulting.co.id – Selain digitalisasi proses produksi dan pengolahan migas, digitalisasi proses bisnis dapat pula dilakukan di bidang distribusi, transportasi, supply chain management, SDM dan HSE (Health, Safety and Environment). Dengan menerapkan teknologi IoT maka seluruh komponen alat pendukung migas akan menghasilkan dan mengirimkan data ke pusat data centre untuk diolah menjadi informasi yang menjadi dasar untuk mengambil keputusan. Misalnya, para pekerja onshore maupun offshore secara teratur melaporkan kondisi tubuhnya, kondisi platform dan kondisi peralatan HSE serta kondisi lingkungan sekitarnya.
Dengan perubahan pengelolaan migas yang berarti maka SDM perusahaan migas harus memahami teknologi informasi dan komunikasi. SDM di Kantor Pusat harus faham tentang IT, Cloud Computing, Security Management dan Business Continuity Management. Perusahaan harus mulai beralih ke layanan Cloud Computing, yang menyimpan dan memproses data di Cloud Network. Mereka tidak perlu membeli perangkat data centre seperti server dan storage untuk pengolahan data, cukup dengan menyewa dari Cloud Computing provider saja, karena harganya lebih murah daripada membeli dan penyediaaan kapasitas sesuai dengan keperluan. Demikian pula, perusahaan migas dapat mengoperasikan Drone dan robot bawah laut untuk memeriksa kondisi platform dan melakukan pemeliharaannya. Kontinuitas proses produksi upstream dan downstream didukung oleh kegiatan supply chain management, yang mengatur sistem transportasi dan penyediaan consumable parts, spare part dan sistem penunjang proses produksi dan distribusi migas. Digitalisasi inventory system akan menyebabkan perusahaan migas terhubung ke semua pemasok secara online sehingga dapat mengirimkan material tepat pada waktunya.
Bagaimana dengan produksi migas nasional? Baru-baru ini SKK Migas telah mencanangkan target produksi minyak 1 juta barrel dan 12 miliar standar kubik gas per hari pada tahun 2030. Target ini sebagai upaya untuk meningkatkan kemampuan berswasembada energi atau mengurangi impor migas. Berbagai upaya sedang dan akan dilakukan, mulai dari intensifikasi eksplorasi ladang minyak, menciptakan iklim investasi yang menarik bagi para PSC (Production Sharing Contract) serta meningkatkan efektivitas proses produksi migas. PSC asing seperti Chevron, BP, Mobil Oil, CNOOC dan Total sudah mulai menjalankan transformasi digital secara bertahap, sejalan dengan kebijakan global mereka. Namun perusahaan nasional seperti Pertamina, PGAS dan Medco serta perusahaan migas yang lebih kecil lainnya, sudah saatnya berubah menjadi digital oil & gas company. SKK Migas perlu mendorong agar perusahaan nasional dan global yang beroperasi di Indonesia untuk mulai menggunakan teknologi digital untuk meningkatkan kapasitas produksi, menekan biaya operasional dan mengurangi loss dalam proses transportasi serta distribusi. Demikian pula Pertamina sebagai pemilik ladang yang banyak dan tersebar di seluruh Indonesia, sudah saatnya melakukan transformasi digital di proses produksi, pengolahan maupun distribusi migas, sehingga dapat menyediakan angka produksi real-time setiap hari, meningkatkan kapasitas produksi sumur-sumurnya, mengoptimalkan kilang produksi BBM dan mengendalikan distribusi BBM ke seluruh tanah air lebih efektif dan efisien.
Kunci utama dalam pelaksanaan transformasi adalah mempersiapkan SDM dan budaya baru yang bebasis data dalam melaksanakan pekerjaan. Perusahaan migas nasional harus membina SDM muda maupun meningkatkan keahlian karyawan lama (re-skiliing), yang akan menjalankan proses produksi migas berbasis teknologi digital. Untuk itu mereka perlu mengembangkan leadership dan keahlian dibidang teknologi digital, khususnya aplikasi Digital Twin, Big data, Cloud computing dan teknologi IoT. Demikian pula para karyawan mulai didorong untuk berkolaborasi dalam meningkatkan kemampuan produksi, mengurangi biaya operasi, meningkatkan keselamatan kerja dan keamanan ladang migas.
SKK Migas sebagai pemberi kerja kepada PSC (Production Sharing Contract), perlu menetapkan satu data centre di Cloud Network untuk digunakan secara bersama-sama. Hal ini akan menghemat biaya cost-of recovery dan sekaligus mengintegrasikan pengelolaan data potensi cadangan minyak nasional serta pengelolaan seluruh ladang PSC secara terintegrasi.
Digitalisasi proses produksi, pengolahan dan distribusi migas membutuhkan kerjasama antar perusahaan nasional agar menghasilkan pembelajaran berharga dalam menggunakan teknologi digital, meningkatkan kapasitas produksi, mengurangi loss distribusi serta biaya operasional. Perlu sinergi antara SKK Migas, Pertamina dan Medco, dengan penyedia teknologi dan solusi digital seperti Telkom, INTI, LEN dan oil & gas services company seperti Tripatra. Dan kerjasama ini melibatkan penyedia aplikasi Digital twin dan software operasional lainnya. Pelaksanaan digitalisasi ini dilakukan secara bertahap melalui satu pilot project.
Pencapaian produksi 1 juta barrel per hari dapat dimungkinkan dengan penggunaan teknologi digital, intensifikasi eksplorasi cadangan minyak baru dengan menggunakan teknologi seismik 3D (tiga dimensi), mempermudah perijinan di lapangan, menciptakan iklim usaha yang lebih menguntungkan bagi PSC serta membuat model bisnis yang lebih baik daripada sekedar cost of recovery. Pemerintah harus memiliki program kerja yang terstruktur dan terukur dalam pelaksanaannya. Semoga!