e2consulting.co.id – Negara kita telah berpengalaman dalam menghadapi perubahan teknologi selular, mulai dari lahirnya 1G hingga 4G. Perubahan 1G ke 2G ditandai dengan lahirnya teknologi GSM yang membawa perubahan mendasar di seluruh dunia, untuk layanan suara dan SMS. Kemudian kehadiran teknologi 3G yang mempelopori layanan Data broadband. Sekalipun belum banyak aplikasi yang tersedia saat itu, para Operator Selular nasional berani menggelar jaringan 3G, untuk layanan suara dan Data, dimulai dikawasan hot-spot. Masyarakat di Kawasan perkantoran dan perumahan mulai melirik layanan 3G sebagai pelengkap layanan fixed Internet Telkom dan Internet Service Provider (ISP) lainnya. Dan ekosistem layanan Data pun segera berkembang sangat cepat, dimulai dengan kehadiran berbagai Device yang mendorong penggunaan layanan Data. Pabrikan i-Phone dan Blackberry merupakan pionir pembuat smartphone, yang selanjutnya diikuti oleh Samsung, LG, HTC, dan yang lain-lain. Dengan adanya Device yang mampu menyalurkan Data berkecepatan tinggi dan memiliki kamera serta layar beresolusi tinggi, telah mendorong lahirnya inovasi aplikasi dalam berbagai bidang. Aplikasi tersebut ditampung didalam Google Play Store dan Apple Store untuk diunduh para penggunanya. Kehadiran aplikasi seperti Whatsapp, Youtube, Facebook dan e-commerce telah menyebabkan masyarakat cepat beralih dari feature phone ke smartphone dan mengkonsumsi byte Data yang makin meningkat dari hari ke hari, sehingga Jaringan Data pun perlu penambahan kapasitas dan spektrum frekuensi 3G baru. Perubahan teknologi 3G ke 4G tidak perlu pembelajaran baru, karena teknologi LTE hanya meningkatkan kecepatan dan kualitas layanan Data saja.

Sering timbul pertanyaan, apakah Jaringan atau Device atau Aplikasi yang duluan dikembangkan? Ibarat ayam dan telor, yang duluan adalah ayam. Demikian pula dalam memasuki teknologi 5G, yang duluan dibangun adalah Jaringan 5G, baru Device dan kemudian Aplikasi-nya. Hal ini sudah dijalankan negara-negara maju di US, Eropa, Timur Tengah, Australia, Korea, Jepang, China hingga Singapura. Layanan 5G dimulai dengan pembangunan Jaringan 5G oleh para Operator Selular, yang diikuti dengan produksi smartphone oleh pabrikan seperti Samsung dan Huawei. Layanan awal berupa koneksi internet Ultra Broadband bagi pelanggan konsumer dengan kecepatan yang jauh melampaui layanan 4G. Sementara untuk pelanggan korporat, layanan 5G dipersiapkan untuk membantu mereka bertransformasi digital, khususnya untuk mewujudkan Industry 4.0 dan Smartcity bagi Pemerintah kota. Aplikasi bisnisnya sudah banyak tersedia dipasaran, namun perlu kustomisasi agar sesuai dengan kebutuhan perusahaan. Saat ini para Operator Selular kelas dunia sedang sibuk menggelar dan mengoperasikan Jaringan 5G untuk mendapatkan pembelajaran dalam menghasilkan coverage yang bagus, optimalisasi Jaringan agar menghasilkan sinyal yang stabil dan berkualitas, memperkuat atau penetrasi sinyal ke indoor building, menjaga harmoni Jaringan 5G dengan Jaringan 4G/3G/2G, sehingga menghasilkan latency yang rendah dan kecepatan Data yang sangat tinggi. Perlu waktu sekitar 2 tahun untuk mendapatkan pengalaman atau pembelajaran agar mampu mencapai dan menjaga layanan 5G yang berkualitas tinggi, yang kelak akan menjadi tumpuan bagi para korporasi dalam menjalankan bisnisnya dan juga memuaskan para pelanggan konsumer berkebutuhan prima (ultra broadband services).

Bagaimana dengan negara kita dalam mempersiapkan teknologi dan layanan 5G? Para Operator Selular sudah melakukan uji coba teknologi dan layanan 5G semenjak Asian Games 2018 yang lalu. Namun sampai saat ini tidak ada khabar lebih lanjut dari Pemerintah tentang ketersediaan spektrum frekuensinya. Dimasa lalu, para Operator Selular mengadopsi teknologi 4G tanpa mendapatkan frekuensi baru, hanya mengandalkan frekuensi 2G yang dioptimalkan. Kini para Operator Selular sudah tidak memiliki frekuensi 2G/3G yang bisa dioptimalkan, karena teknologi 5G butuh pita frekuensi yang lebar. Satu-satunya jalan adalah mendapatkan frekuensi baru. Pemerintah RI seharusnya sudah jauh-jauh hari mempersiapkan frekuensi ini, agar negara kita tidak ketinggalan dengan negara-negara maju dalam menyediakan layanan 5G. Pemerintah akan mendapat pemasukan uang yang sangat besar dari hasil tender penjualan spektrum frekuensi 5G, sebagaimana lelang frekuensi yang sudah dan sedang berlangsung di seluruh dunia saat ini. Disamping mendapatkan pemasukan uang dari hasil lelang frekuensi 5G, Pemerintah juga akan mendapat Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) Biaya Hak Penggunaan (BHP) frekuensi yang nilainya cukup besar setiap tahunnya.

Permasalahannya dimana? Saat ini frekuensi yang ideal untuk layanan 5G masih digunakan Operator Televisi dan Operator Telekomunikasi. Spektrum frekuensi 700 MHz masih diduduki operator TV analog, yang sudah lama dipersiapkan untuk pindah ke kanal TV digital, namun sampai saat ini belum terwujud. Kemudian, frekuensi 2,6 GHz juga masih dioperasikan oleh perusahaan TV cable untuk transmisi konten via satelit, sementara frekuensi 3,5 GHz juga masih digunakan oleh Operator Telekomunikasi untuk transmisi Data via satelit. Yang paling memungkinkan untuk digunakan adalah frekuensi high band 26 GHz, yang saat ini masih kosong. Penggunaan frekuensi high band untuk masa permulaan tidak feasible, karena membutuhkan investasi yang sangat besar untuk mendapatkan coverage yang cukup luas. Namun, penggunaan frekuensi high band akan memberi pengalaman pelanggan yang luar biasa, khususnya dalam hal kecepatan Data. Ibarat melewati jalan tol yang sangat lebar dimana mobil yang lewat masih sedikit, sehingga bisa melaju dengan kecepatan tinggi, namun pendapatan usahanya kecil. Yang paling ideal diawal penggelaran jaringan 5G adalah menggunakan frekuensi low-band dan mid-band. Oleh sebab itu, Pemerintah perlu menetapkan jadwal pemindahan para pengguna frekuensi 700 MHz, 2,6 GHz dan 3,5 GHz, agar dapat ditenderkan frekuensinya kepada Operator Selular.

Sambil menunggu ketersediaan frekuensi 5G dan menunggu bisnis korporasi bangkit kembali, para Operator Selular perlu mempersiapkan diri merancang Jaringan selular 5G dengan berbagai skenario frekuensi, mempersiapkan manajemen Operasi dan Pemeliharaan Jaringan 5G yang sangat berbeda dengan Jaringan 4G/3G/2G, mempersiapkan kompetensi SDM dibidang 5G Network & Applications dan mempersiapkan penggelaran Jaringan 5G, khususnya mempersiapkan lokasi monopole yang jumlahnya sangat banyak, penyediaan catu daya yang handal dan sistem transmisi atau sistem transport berkapasitas besar.

Kita mengharapkan agar setelah pandemi Covid-19 berlalu akan lahir teknologi dan layanan 5G di bumi pertiwi, yang akan meningkatkan kualitas layanan Data serta memfasilitasi Work from Home, Learning from Home maupun Entertainment from Home, terutama untuk membantu para korporasi untuk bertransformasi menjadi digital company. Untuk itu, Pemerintah RI, DPR dan para Operator Selular serta perusahaan pengguna frekuensi eksisting perlu duduk bersama-sama untuk memastikan penyediaan frekuensi 5G, membahas kompensasi bagi pengguna frekuensi eksisting dan kesepakatan jadwal pengosongan frekuensi-nya. Semoga hal ini bisa terwujud segera!