e2consulting.co.id – Dalam tulisan sebelumnya sudah dijelaskan tentang meningkatnya tuntutan pelanggan akan listrik yang handal dan berkualitas serta menjangkau 100 % penduduk Indonesia. Lebih jelasnya, harapan tersebut meliputi penyediaan daya terpasang yang tersedia setiap saat dimana saja, kualitas listrik yang dihasilkan (tegangan, frekuensi dan fasa arus listrik bolak-balik yang stabil), kehandalan layanan yang sangat tinggi (misalnya availability diatas 99,999). Kualitas layanan seperti ini pada umumnya diberikan oleh perusahaan listrik di negara-negara maju. Bagaimana dengan listrik di negara kita, apa yang sudah dan sedang dipersiapkan Pemerintah untuk menuju kesana, termasuk untuk menyediakan listrik berbasis energi terbarukan (renewable energy)?.

Potensi energi terbarukan di Indonesia sangat melimpah. Energi listrik yang berasal dari matahari tidak terbatas, karena negara kita berada di khatulistiwa, dimana konversi energi surya ke listrik lebih tinggi efisiensinya dibandingkan dengan negara sub-tropis. Pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) cukup mudah, kapasitas daya terpasangnya sangat tergantung kepada luas lahan yang tersedia. Banyak negara membangun PLTS di daerah gurun, dataran terbuka maupun diatas danau. Untuk Indonesia, kebutuhan energi terbesar terletak di pulau Jawa. Namun pembangunan PLTS di pulau Jawa cukup sulit mendapatkan lahan yang luas. Demikian pula halnya dengan potensi listrik tenaga angin cukup berlimpah, karena Indonesia sangat luas daratan dan lautannya. Pembangkit Listrik Tenaga Bayu (PLTB) dapat dipasang di laut, tepi pantai ataupun diatas gunung yang memiliki aliran angin yang kuat dan stabil memutar kincir angin. Bahan kincir angin (wind blade) harus ringan namun harus kuat serta berupa batang utuh tanpa sambungan (monocoque). Besarnya daya listrik yang diproduksi PLTB tergantung kepada diameter wind blade yang disesuaikan pula dengan konstruksi menara serta sistem pengangkutannya dari pabrik ke lokasi.

Penggunaan energi terbarukan sudah semakin ekonomis dalam tahun-tahun terakhir ini. Harga investasi awal PLTS atau PLTB masih lebih mahal dari PLTU (Batubara atau Gas), namun total cost of ownership setelah 10 tahun sudah lebih murah, karena biaya operasionalnya lebih murah (tidak perlu beli batubara atau gas). Harga listrik PLTS sepuluh tahun yang lalu sebesar 20 sen USD per kilowatt jam (kWh), saat ini turun menjadi 5 sen USD, setara dengan harga listrik PLTU. Pembangkit listrik di negara-negara maju yang menggunakan batubara atau gas sudah mulai dimatikan dan digantikan PLTB atau PLTS, demikian pula untuk penambahan kapasitas listrik eksisting, semuanya sudah menggunakan energi terbarukan. Diharapkan sebelum tahun 2050 semua pembangkit listrik sudah menggunakan energi terbarukan.

Permasalahan utama dari PLTB dan PLTS adalah energi yang diproduksi tidak bisa diserap habis oleh beban pelanggan sehingga ada daya lebih yang perlu disimpan. PLTS memproduksi listrik dari pagi sampai sore hari dan malam hari tidak berproduksi sama sekali. Demikian pula PLTB memproduksi listrik sesuai dengan kondisi angin sehingga produksi listriknya tidak stabil. Penggunaan listrik atau beban konsumen mempunyai pola yang tidak merata sepanjang hari. Beban listrik dari pagi sampai siang hari menurun, sore hingga malam hari meningkat secara berarti (duct curve). Kelebihan daya PLTS atau PLTB harus disimpan untuk dikonsumsi pada saat daya pembangkit tidak mencukupi (khususnya untuk malam hari). Perkembangan teknologi penyimpan listrik sangat berkembang saat ini. Salah satu teknologi yang sudah digunakan secara komersil adalah Lithium Ion sebagai batere, yang bekerja berdasarkan reaksi kimia. Harga batere Lithium Ion sudah menurun namun masih belum ekonomis untuk konsumsi perumahan. Solar City perusahaan yang dimiliki oleh Tesla Energy (Elon Musk), telah memproduksi dan memasang solar cell di atap rumah-rumah serta diperlengkapi dengan batere Power Walls atau Powerpacks. Harga batere untuk keperluan rumah masih mahal, yakni sekitar USD 7.500 untuk batere dan USD 1.000 untuk pemasangannya. Dalam skala besar, Tesla Energy telah membangun pusat-pusat penyimpanan energi di berbagai negara, yang menyimpan kelebihan energi PLTS atau PLTB. Salah satu tempat penyimpan energi terbesar di dunia adalah di Australia Barat.

Bagaimana kecenderungan pengelolaan energi terbarukan dimasa depan? Berbagai perusahaan pembangkit listrik konvensional sedang melakukan transformasi untuk menjadi digital company, salah satunya adalah ENGIE di Perancis. Dalam rangka menghadapi tantangan model bisnis dan tuntutan pelanggan untuk penyediaan energi yang bersifat personalized, ENGIE telah melakukan perubahan bisnis modelnya yang berpusat ke customer value dan employee experience. Mereka membangun teknologi maju untuk memberdayakan tenaga angin (off-shore), gas hijau, dan geo thermal sebagai sumber energi untuk 50 % dari kegiatan proyeknya di tahun 2021. Mereka melahirkan tagar “#BlackIsTheNewGreen” untuk mengkampanyekan pengurangan konsumsi energi di internal perusahaan. Untuk jangka panjang mereka memiliki komitmen untuk mewujudkan zero carbon.

Demikian pula perusahaan oil and gas telah mengalami disrupsi oleh kehadiran energi terbarukan. Harga saham Shell dan BP telah dikalahkan perusahaan green energy seperti First Solar dan Orsted. Bisnis minyak dan gas yang sudah ratusan tahun dikelola dengan nyaman di masa depan akan semakin berkurang sehingga memaksa mereka beralih ke energi terbarukan. Perusahaan besar seperti Shell, BP dan Exxon telah meningkatkan investasinya di bidang energi terbarukan dan dalam jangka panjang akan menuju ke zero carbon.

Perubahan orientasi usaha juga terjadi di perusahaan pembuat turbin gas menjadi pembuat turbin angin (wind turbin). Perusahaan mengembangkan pembuatan wind-blade berikut generator listriknya. General Electric (GE) sebagai perusahaan pembuat mesin pesawat terbang, lokomotif dan PLTU sudah mulai mengembangkan usaha di bidang PLTB. GE melalui anak usahanya GE Renewable Energy bergerak di bidang pembangunan PLTB, baik yang dipasang di darat (on-shore) maupun yang di laut (off-shore). Lebih dari 50% PLTB yang dipasang di US dipasok oleh GE Renewable Energy.

Bagaimana dengan penggunaan energi terbarukan di Indonesia, ditengah gencarnya perkembangan teeknologi PLTS dan PLTB serta kehadiran Independent Power Producer (IPP) yang sedang menjadi trend saat ini. Harapan penyediaan listrik energi terbarukan sebesar 23 % pada tahun 2025 masih tanda tanya besar (bersambung).