e2consulting.co.id – Frekuensi merupakan gelombang pembawa (carrier) informasi dari satu tempat ke tempat lain melalui media, khususnya media udara. Frekuensi digunakan untuk menyalurkan informasi seperti sinyal radio, TV, WiFi, Bluetooth, RADAR, gelombang mikro, satelit dan selular. Frekuensi adalah sumberdaya alam pemberian Tuhan yang sifatnya terbatas, terbentang dari frekuensi 3 KHz sampai dengan 300 GHz untuk spektrum radio. Oleh sebab itu frekuensi perlu ditata penggunaannya agar efektif dan efisien serta tidak tumpang tindih atau saling mengganggu. Pengaturan frekuensi diatur oleh badan dunia International Telecommunication Union Radio (ITU-R) dan khusus di dalam negeri diatur oleh Kementerian Kominfo. Pada umumnya penggunaan frekuensi harus berijin atau memiliki lisensi yang harus diperpanjang secara berkala, yang dikenal dengan Ijin Stasiun Radio (ISR). Setiap transceiver atau pemancar/penerima (BTS) bekerja sesuai dengan frekuensi yang ditetapkan, berikut informasi daya pancarnya, antenna gain, dan arah beam-nya. Namun, ada juga spektrum frekuensi yang bebas untuk digunakan masyarakat umum, antara lain untuk keperluan WiFi, Bluetooth dan komunikasi jarak dekat lainnya.

Frekuensi memiliki sifat jangkauan (coverage) sinyal yang semakin luas apabila menggunakan frekuensi rendah dan sebaliknya coverage makin sempit apabila menggunakan frekuensi tinggi. Jadi frekuensi rendah biasanya digunakan untuk menjangkau area yang luas dan frekuensi tinggi untuk jangkauan terbatas. Sifat frekuensi yang kedua adalah, semakin besar frekuensi yang digunakan maka lebar pita informasi yang dapat dibawa semakin lebar pula (Mbit/sec). Seiring dengan berkembangnya teknologi dan layanan selular maka kebutuhan akan frekuensi semakin besar. Agar mampu menyalurkan sinyal dari berbagai tempat dengan kebutuhan data pita lebar maka digunakan teknik frekuensi berulang (re-use) dan teknik modulasi yang lebih efisien. Hal ini terlihat dari teknologi selular mulai dari 1G, 2G, 3G, 4G hingga 5G, dimana teknologi terbaru selalu memperbaiki kemampuan membawa sinyal yang lebih efisien dan lebih berkualitas. Pengguna jaringan selular pada umumnya terkonsentrasi pada area bisnis dan perumahan, sehingga kebutuhan pengiriman data bertumpuk di daerah tersebut. Peningkatan trafik data tersebut membutuhkan tambahan spektrum frekuensi yang lebih lebar atau penambahan BTS baru di sekitar lokasi BTS eksisting. Semakin banyak jumlah BTS yang dibangun maka semakin besar biaya investasi dan operasionalnya. Namun apabila spektrum frekuensinya cukup lebar maka tidak perlu membangun BTS baru, trafik Data cukup dilayani BTS eksisting. Dengan kata lain, jika frekuensi cukup lebar maka jumlah BTS yang diperlukan lebih sedikit sehingga biaya investasi dan operasionalnya lebih murah. Disinilah mengapa lebar frekuensi menjadi faktor daya saing Operator Selular, sehingga para Operator Selular di seluruh dunia berupaya mendapatkan tambahan frekuensi dari Pemerintah.

Pada perencanaan jaringan selular, frekuensi rendah digunakan sebagai umbrella coverage yang memayungi wilayah yang luas, sementara frekuensi tinggi digunakan untuk melayani daerah yang intensitas trafiknya tinggi. Misalnya, teknologi GSM dimasa lalu, frekuensi 900 MHz digunakan untuk membuka coverage di seluruh Indonesia sehingga sinyal GSM-900 MHz ada dimana-mana, sementara frekuensi DCS-1800 MHz digunakan untuk melayani trafik ditempat yang padat, mulai dari tengah kota hingga ke pinggiran. Kehadiran teknologi 3G membawa perubahan baru, yang mampu membawa trafik suara dan Data secara bersama-sama. Para Operator Selular mendapatkan spektrum frekuensi 3G melalui lelang frekuensi di Kementerian Kominfo. Seiring dengan pertumbuhan berbagai aplikasi personal, maka trafik suara dan SMS semakin menurun dan beralih ke layanan Data. Akibatnya trafik Data meningkat sangat pesat dari hari ke hari. Kehadiran teknologi 4G sangat menolong untuk menyalurkan trafik Data, karena kapasitas dan kualitasnya jauh lebih baik dibandingkan teknologi 3G. Namun, frekuensi baru untuk teknologi 4G tidak tersedia di Indonesia. Tidak ad acara lain, kecuali menggunakan frekuensi yang ada. Para Operator Selular mengoptimalkan penggunaan frekuensi 2G dan 3G untuk keperluan teknologi 4G, melakukan frequency re-farming dan membangun BTS-BTS baru untuk layanan 4G. Akibatnya biaya investasi dan operasionalnya meningkat secara cepat, namun tidak diikuti dengan pertumbuhan revenue yang memadai.

Yang terbaru adalah hadirnya teknologi dan layanan 5G, yang kapasitas dan kualitasnya jauh diatas teknologi 4G. Teknologi 5G diharapkan mampu memberikan layanan Data dengan kecepatan 1Gbit/s hingga 20 Gbit/s dan latency antara 10 hingga 1 milidetik. Teknologi 5G melayani 3 jenis komunikasi yakni eMBB (Enhanced Mobile Broadband), m-MTC (Massive Machine-Type Communication) yang mampu melayani ribuan komunikasi mesin pada saat yang bersamaan oleh sebuah BTS, dan URLLC (Ultra-reliable and Low-latency Communication) yang mampu melayani kecepatan Data yang sangat tinggi dan latency yang sangat rendah (disebut juga mission-critical communication). Teknologi 5G membutuhkan spektrum frekuensi yang sangat lebar. ITU telah menetapkan tiga area spektrum frekuensi 5G, yakni low band (dibawah 1 GHz), mid band antara 1 GHz sampai dengan 6 GHz dan high band (diatas 6 GHz, dikenal dengan mmWave). Frekuensi tersebut sebagian besar sudah tersedia dan siap digunakan Operator Selular, namun sebagian besar lagi masih dipergunakan oleh pihak lain, seperti Operator Satelit dan TV broadcasting. Pemerintah di negara-negara maju telah melakukan tender frekuensi 5G dan berhasil meraup pendapatan pemerintah hingga miliar dolar US. Dan pemerintah US melalui FCC telah mengkompensasikan sejumlah uang kepada Operator Satelit untuk mengosongkan frekuensi C-band 3,4 – 3,8 GHz. Frekuensi tersebut akan ditenderkan kepada Operator Selular, agar mampu menyediakan layanan 5G berkualitas di seluruh US.

Saat ini teknologi dan implementasi jaringan 5G sudah mulai bertumbuh di seluruh dunia, dimulai dari Korea, US, Eropa, Timur Tengah hingga ke Australia, termasuk tetangga kita Singapore. Berbagai pendekatan dilakukan oleh Operator Selular di seluruh dunia dalam menggelar jaringan, sesuai dengan frekuensi yang dimilikinya. Operator Selular AT&T menggelar jaringan 5G dengan menggunakan frekuensi low band untuk mendapatkan coverage yang memadai dan frekuensi high band mmWave untuk melayani trafik 5G di hot-spot. Verizon menggelar jaringan langsung menggunakan frekuensi mmWave untuk memberikan gambaran nyata tentang kualitas layanan 5G, namun dalam jangkauan terbatas (dekat dengan BTS). Sementara hasil merger T-Mobile dan Sprint telah menghasilkan jaringan 5G yang menggunakan frekuensi low-band 600 MHz dan mid-band 2,5 GHz sehingga coverage 5G-nyalebih luas, namun kualitasnya tidak secepat di frekuensi high-band. Saat ini ketiga Operator Selular tersebut sedang mempersiapkan diri mengikuti tender frekuensi C-band (mid-band) memperebutkan pita frekuensi selebar 280 MHz. Negara-negara Eropa membangun 5G coverage di frekuensi mid band 3,4 – 3,8 GHz dan menyusul frekuensi high band 26 GHz. Strategi serupa juga dijalankan negara-negara di kawasan Asia Pasifik.

Apakah negara kita sudah butuh teknologi 5G ditengah situasi pandemi dan bisnis yang masih belum kembali normal? Ada yang berpendapat bahwa teknologi 4G atau LTE masih cukup untuk kebutuhan saat ini. Namun ada juga yang berpendapat, kini menjadi saat yang tepat untuk mempersiapkan rollout 5G, antara lain penyiapan sumber daya frekuensi, sistem transmisi atau sistem transport, catu daya dan monopole sebagai tempat BTS memancarkan dan menerima sinyal. (bersambung).