e2consulting.co.id – Kita baru saja merayakan ulang tahun kemerdekaan RI yang ke 74. Pembangunan bangsa dan negara kita telah dilakukan oleh berbagai generasi, mulai dari angkatan pejuang 45, orde baru dan reformasi,  hingga generasi muda yang akan meneruskan tongkat kepemimpinan bangsa dan negara, khususnya untuk mewujudkan generasi emas Indonesia 2045.

Setiap generasi memiliki peluang tantangan yang berbeda, sesuai dengan situasi dan kondisi saat itu. Generasi baru lahir silih berganti, dengan nama yang berbeda-beda. Dimulai dari generasi tradisional (lahir sebelum tahun 1945), baby boomer (lahir antara 1945-1959), generasi X (lahir antara 1960-1979), generasi Y atau millennial (lahir antara 1980-1994) hingga generasi Z (lahir antara 1995-2010). Generasi baby boomer, yang lahir setelah berakhirnya perang dunia kedua memiliki sifat yang terikat dengan tradisi, idealis, disiplin dan hemat. Mereka sangat bangga sebagai warga negara,  loyal terhadap perusahaan atau instansi pemerintah tempat mereka bekerja. Lulusan sekolah dan perguruan tinggi pada umumnya memilih bekerja sebagai pegawai negeri, karena adanya  jaminan hidup setelah pensiun. Mereka bekerja patuh pada atasan dan aturan, tepat waktu dan mengerjakan sesuai dengan yang diperintahkan, demikian seterusnya hingga waktu pensiun tiba. Gaya hidup mereka sederhana dan relatif monoton, antara lain membaca buku, koran dan majalah, menonton televisi, makanan tradisional, dan rekreasi bersama keluarga dalam jarak terbatas (karena uangnya pas-pasan).

Generasi X mewariskan sebagian sifat-sifat dari generasi sebelumnya, namun mereka sudah lebih terbuka terhadap informasi, budaya dan makanan asing serta menggunakan teknologi yang lebih maju. Mereka sudah menggunakan komputer dalam bekerja, telepon selular dalam berkomunikasi, serta berselancar di dunia maya melalui jaringan internet. Generasi X yang lulus sekolah atau perguruan tinggi mencari pekerjaan di perusahaan swasta yang memberi gaji besar, namun sebagian besar masih memilih menjadi pegawai negeri. Sebagian kecil memilih menjadi entrepreneur, sekalipun iklim usaha belum kondusif untuk berwiraswasta. Sebagai karyawan atau pegawai negeri, mereka cukup loyal, namun sudah mulai menggunakan waktu kerjanya untuk mencari peluang bisnis, misalnya bermain saham dan membuka usaha yang dijalankan teman atau keluarga. Demikian pula mereka sudah mampu mengakses hiburan melalui komputer atau smartphone. Saat ini, generasi X mengisi posisi pimpinan puncak dan manajerial atas di berbagai perusahaan dan instansi pemerintah.

Generasi Y atau millennial yang sudah terbiasa dengan gadget dari masa remajanya, memiliki gaya hidup yang berbeda dengan generasi sebelumnya. Mereka sudah mengadopsi budaya digital (digital native) yang mencari pembelajaran dari internet. Pengaruh orangtua, keluarga dan sekolah sudah mulai berkurang, demikian pula interaksi sesama teman berkurang karena sibuk berselancar di dunia maya. Informasi begitu mudah diakses, sehingga mereka mampu berbahasa Inggeris dengan lancar, mengenal dunia secara virtual, mengetahui perkembangan global dan teknologi terkini serta mengandalkan Google atau searching engine lainnya untuk mengetahui segala sesuatu. Generasi Y mempelajari nilai-nilai kebenaran, peduli sesama, berani menyuarakan ketidakpuasan di media sosial dan memiliki gaya hidup yang cenderung boros. Mereka membawa gadget kemana saja (always online), termasuk waktu bekerja. Pilihan kerja yang lebih luas menyebabkan lulusan sekolah dan perguruan tinggi memilih bekerja sebagai entrepreneur, mengelola usaha start-up atau melakukan jualan online. Mereka menggunakan media sosial untuk memperlihatkan eksistensi diri, aktif meng-update status di Facebook, sharing foto di Instagram, membuat blog pribadi, konten video di Youtube dan   membuat perkumpulan atau komunitas di dunia maya melalui aplikasi Whatsapp, Telegram, Line dll, hingga melakukan pertemuan di darat melalui reuni dan ngumpul bareng komunitas. Timbulnya economic sharing telah mendorong mereka untuk tidak terlalu perlu memiliki aset yang banyak, pakaian serta asesoris yang mahal. Mereka cukup memiliki rumah atau apartemen kecil, naik kendaraan umum atau ride hailing (Gojek,Grab, Uber dll), tidak perlu repot-repot memasak, cukup pesan makanan online (aplikasi restoran, Go-food, Grab-food,dll). Mereka menggunakan waktunya secara efisien, termasuk sering menjalankan traveling, dengan menggunakan low budget airlines dan menginap di tempat yang murah. Mereka senantiasa mencari pengalaman baru!

Bagaimana dengan cara kerja mereka? Dengan gadget selalu di tangan, mereka bekerja secara multi tasking,  sambil bekerja melakukan update status atau mengomentari serta menjawab pertanyaan anggota group di media sosial. Sebagai generasi mandiri, mereka kurang peduli dengan hirarki atau jabatan dan kurang suka dengan pekerjaan yang rumit. Yang dibutuhkan adalah pekerjaan yang menantang, tidak suka dengan pekerjaan rutin serta tidak perlu diajari secara mendetail. Mereka berpikir positif dan mengharapkan atasan yang mampu sebagi role model dan sebagai teman bertukar pikiran. Bila hal ini tidak diperoleh di tempat kerja, mereka mudah berpindah ke tempat kerja lain yang lebih menyenangkan, sekalipun gajinya lebih kecil. Mereka juga membutuhkan lingkungan kerja yang nyaman dan menyenangkan serta tempat kerja yang punya reputasi baik di masyarakat, khususnya di lingkungan media sosial. Saat ini generasi millennial merupakan angkatan kerja yang paling besar di seluruh dunia, termasuk di Indonesia. Merekalah yang akan meneruskan kepemimpinan puncak di perusahaan dan instansi pemerintah.

Generasi Z merupakan anggota masyarakat yang terlahir di era budaya digital (real digital native). Mereka sudah mengenal dan menggunakan komputer, smartphone dan aplikasi semenjak masa anak-anak serta internet sudah menjadi kebutuhan primer.  Dibandingkan dengan generasi Y, mereka lebih banyak waktunya menggunakan gadget, baik untuk bersosial media, maupun untuk mencari manfaat dari internet. Gadget digunakan untuk sarana belajar, menambah wawasan, sarana belanja dan jualan, serta sebagai media hiburan. Generasi Z mengetahui berbagai jenis barang melalui tontonan unboxing barang-barang di aplikasi Youtube, demikian pula mengenali seluruh pelosok dunia melalui pengalaman perjalanan orang lain.  Dengan pengalaman virtual yang banyak, generasi Z menjadi penentu dalam menentukan pembelian barang atau jasa di dalam keluarga. Di bidang hiburan, generasi Z sangat menikmati online gaming, menonton Video on Demand dan pertunjukan musik oleh artis-artis kelas dunia melalui aplikasi streaming Netflix, Youtube, Apple atau Spotify serta tidak ketinggalan menonton artis tersebut ketika manggung di  Indonesia atau kawasan terdekat.  Konten digital tidak perlu mereka simpan, cukup dengan streaming setiap dibutuhkan, yang penting ada akses internet WiFi atau sinyal operator selular. Generasi Z lebih bijak dalam membelanjakan uangnya (value for money). Mereka tidak perlu memiliki barang dan atau jasa dalam jumlah banyak, tetapi sesuai dengan kebutuhan, namun berani membayar mahal untuk sesuatu yang bersifat personal. Gaya hidup mereka belanja melalui online, dengan membandingkan harga di beberapa aplikasi untuk mendapatkan harga termurah, serta melihat pengalaman belanja orang-orang sebelumnya (berupa tanda bintang dan komentar pembeli). Satu hal yang membanggakan dari generasi Z adalah mereka sudah mencari uang dari masa kecil dengan menjadi Youtuber dan menjadi pelaku start-up yang menjual barang dan layanan yang dibutuhkan generasi mereka. Sebagai pekerja kantoran, mereka masih muda dan belum banyak yang dapat dipetik dari pengalaman kerjanya. Yang pasti mereka bekerja multi tasking! Mereka akan menjadi pemimpin negara dan perusahaan di masa satu atau dua dekade mendatang. Menurut laporan Korn Ferry, generasi Z akan mengisi 75% angkatan kerja pada tahun 2025.

Generasi X yang menjadi pemimpin usaha dan pejabat pemerintah masa kini sering mengeluh dengan generasi millennial dan kemungkinan pula dengan generasi Z, yang dianggap kurang mumpuni dan tidak setangguh mereka. Telah terjadi generation gap! Bagaimana hal ini harus diatasi? Tentunya kesadaran untuk menjembatani gap ini harus dimulai dari generasi X dengan melakukan  pendekatan dan pembinaan kepada generasi yang lebih muda. Beberapa hal yang penting untuk dijalankan adalah :

  1. Membangun forum komunikasi dan silaturahmi yang guyub secara berkala, tanpa melihat hirarki jabatan. Hal ini untuk menanamkan budaya perusahaan dan menyelaraskan nilai-nilai perusahaan dengan nilai-nilai pribadi.
  2. Membangun role model perusahaan, yang menjadi tempat bertanya dan curhat bagi karyawan. Role model menjadi Coach atau Mentor yang akan membimbing seseorang dalam bekerja dan berkarir di perusahaan atau instansi pemerintah.
  3. Menyediakan sarana penampungan ide-ide kreatif dan menindaklanjutinya. Perlu dikembangkan Innovation centre yang mengembangkan produk dan layanan, perbaikan proses kerja dan model bisnis baru.
  4. Menanamkan jiwa pembelajaran dalam setiap individu agar personal value-nya meningkat. Hal ini untuk menjawab tuntutan pekerjaan berbasis digital seperti agility, collaboration & cross culture.
  5. Menanamkan nilai-nilai yang bersifat universal seperti pendalaman spiritual, kebijakan lokal (local wisdom), integritas, anti korupsi, makna hidup dan work life balance, serta kesetiaan terhadap Pancasila, UUD’45 dan NKRI. [lmb]