e2consulting.co.id – Pembahasan kita kali ini tentang pengembangan kompetensi yang dibutuhkan dalam menghadapi transformasi digital, khususnya dengan kehadiran Industry 4.0. Baru-baru ini konsultan Mc.Kinsey merilis berita tentang pengurangan tenaga kerja Indonesia sebanyak 23 juta orang pada tahun 2030 sehubungan dengan hadirnya Industry 4.0 yang menggunakan teknologi dan robot sebagai alat produksi utama. Khabar baiknya, terdapat 30 juta lapangan kerja baru yang dibutuhkan untuk menjalankan Industry 4.0. Pertanyaannya, apakah 23 juta orang tersebut dapat dialihkan ke tempat kerja baru, dan kompetensi apa yang diperlukan disana?
Kepala Badan Kepegawaian Negara (BKN) menyatakan mayoritas pejabat eselon I dan II di instansi pemerintah memiliki kompetensi yang rendah (Harian Kompas 4 April 2016). Keluhan tentang rendahnya kompetensi SDM bangsa Indonesia juga sering disampaikan pejabat tinggi negara, pengusaha dan investor asing. Pemerintah melalui RPJMN (Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional) 2020-2024 telah mencanangkan pengembangan SDM sebagai salah satu program unggulan yang akan dijalankan. Pengembangan kompetensi SDM di era transformasi digital khususnya untuk menghadapi tantangan Industry 4.0 perlu dipersiapkan secara sungguh-sungguh agar terbentuk SDM Indonesia yang kompeten, siap bekerja di dalam dan luar negeri. Roadmap pengembangan kompetensi disusun sesuai dengan industri unggulan yang akan dikembangkan, berikut soft-skills yang berupa management & leadership skills yang setara dengan negara maju.
Pengembangan kompetensi di suatu instititusi atau perusahaan seringkali tidak berjalan lancar karena kurangnya wawasan tentang bisnis dan kompetensi masa depan di institusi/perusahaan. Manajemen sering hanya menyuruh orang bekerja secara efetif dan efisien untuk mencapai target jangka pendek institusi/perusahaan. Seharusnya manajemen harus memikirkan kompetensi perusahaan jangka panjang dan rencana pengembangan kompetensi SDM-nya. Pengembangan kompetensi yang terstruktur dapat kita lihat di instansi TNI dan POLRI. Misalnya, seseorang lulusan AKABRI, sudah dipersiapkan jenjang karir dan pendidikannya secara terstruktur dan dijalankan secara sungguh-sungguh. Di instansi swasta maupun pemerintahan hal ini belum dijalankan secara efektif, kebanyakan pelatihan dilakukan masih bersifat sporadik, belum menyasar kepada pengembangan kompetensi individu.
Kompetensi adalah sesuatu hal yang dikaitkan dengan kemampuan (Skills), Pengetahuan/wawasan (Knowledge), dan sikap (Attitude) yang dijadikan suatu pedoman dalam melakukan tanggungjawab pekerjaan yang dikerjakan oleh karyawan. Kompetensi terdiri dari kompetensi inti (Core Competence) dan kompetensi teknis (Technical Competence). Pengembangan kompetensi individu dilakukan sesuai dengan penugasan dan rencana pengembangan karir seseorang. Pengembangan kompetensi seseorang sangat dipengaruhi oleh semangat dan keinginan seseorang untuk maju dan berkembang, disamping rencana pengembangan karir yang dipersiapkan institusi/perusahaan. Sering kali kita melihat karir seseorang menanjak cepat karena prestasi kerja yang dihasilkannya sangat memuaskan. Hal ini dapat tercapai karena kompetensi yang dimiliki orang tersebut tepat sesuai dengan kebutuhan institusi/perusahaan.
Dalam mengembangkan organisasi dan SDM, institusi/perusahaan perlu memiliki sistem kompetensi yang mengelola kebutuhan kompetensi dan talent management. Dengan adanya sistem kompetensi maka pengelolaan kebutuhan dan pemenuhan kompetensi dapat dipenuhi secara efektif dan efisien. Institusi/organisasi perlu memiliki sistem kompetensi yang selaras dengan strategic direction institusi/organisasi. Sistem kompetensi memiliki proses manajemen yang terdiri dari perencanaan kompetensi, pengembangan kompetensi dan monitoring kompetensi.
Perencanaan kompetensi meliputi pembentukan organisasi manajemen kompetensi, perencanaan kebutuhan kompetensi, pembuatan kurikulum dan silabus, memetakan kompetensi individu, menyusun rencana pelatihan dan coaching & mentoring, dan penyedia pelatihan serta coach & mentor. Pengembangan kompetensi menyangkut pelaksanaan pelatihan dan coaching & mentoring, penugasan individu dan monitoring pelaksanaan pelatihan berikut hasilnya. Monitoring kompetensi merupakan kegiatan pengawasan dan evaluasi atas kemajuan kompetensi seseorang di lapangan. Hal ini menyangkut kepada penugasan individu, prestasi kerja dan hambatan bekerja, rencana pengembangan kompetensi serta pengembangan karir berikutnya, termasuk talent management. Namun kenyataan di lapangan, banyak perusahaan yang lebih mengutamakan kepada pendidikan dibandingkan dengan pengembangan kompetensi. Mereka lebih mengembangkan University atau Academy, bukan kepada manajemen kompetensi.
Dengan adanya sistem kompetensi yang efektif maka atasan langsung karyawan dan unit organisasi manajemen kompetensi secara bersama-sama akan memantau dan membina seluruh karyawan serta memberikan kesempatan yang sama untuk berkembang. Persoalannya, apakah institusi/perusahaan mau menyediakan anggaran yang cukup besar dalam mengembangkan kompetensi SDM ini? Kita sering mendengar kata-kata slogan yang menyebutkan SDM sebagai asset perusahaan, namun sering pula kita lupa mengembangkan kompetensinya. Di luar negeri, perusahaan maju mengalokasikan waktu 50 jam per minggu bagi setiap orang untuk mengikuti pelatihan, yang disesuaikan dengan keinginan perusahaan dan individu.
Memasuki era Industry 4.0, baik Pemerintah maupun institusi dan perusahaan wajib membangun sistem kompetensi, yang akan memetakan kebutuhan kompetensi bangsa dan industri masa depan, memotret kompetensi SDM saat ini serta mengatasi kesenjangan kompetensi (gap competence) yang ada. Mengingat perkembangan teknologi dan bisnis digital yang sangat cepat, maka semua pihak yang terlibat dalam pengembangan kompetensi ini harus merumuskan kembali kebutuhan kompetensi, strategi pemenuhannya dan menjalankan pengembangan kompetensi secara berkesinambungan. Hal ini dimulai dari penyusunan kompetensi di instansi Pemerintah, swasta dan industri hingga penyusunan kurikulum di sekolah dasar hingga universitas, pendidikan vokasi, lembaga pelatihan dan sertifikasi. Para stakeholder, yakni Sekolah, Perguruan Tinggi, Institusi dan Industri sebagai pengguna serta Pemerintah sebagai pembuat kebijakan dalam pendidikan dan penyaluran tenaga kerja, secara bersama-sama merumuskan rencana pengembangan kompetensi dan menjalankannya sesuai dengan tugas masing-masing. Untuk memastikan pengembangan kompetensi ini berjalan efektif, maka Pemerintah perlu membentuk Badan Pelaksana Pengembangan Kompetensi Nasional, yang merumuskan rencana kerja terpadu, mengawasi pelaksanaan program kerja dan mengendalikan program secara keseluruhan. [lumumba sirait]