e2consulting.co.id – Pembahasan kita kali ini tentang transformasi digital di bidang pertanian. Dalam era kedua kepemimpinan Presiden Jokowi, pengembangan pertanian menjadi prioritas penting untuk mencapai swasembada pangan dan mengurangi ketergantungan pangan impor. Di era presiden Soeharto tahun 1984 kita sudah pernah swasembada beras, namun tidak berkesinambungan sehingga kita masih mengimpor beras sampai saat ini. Pelantikan Syahrul Yasin Limpo menjadi Menteri Pertanian membawa harapan besar untuk melakukan transformasi digital di bidang pertanian, berkat pengalamannya membina petani di Sulawesi Selatan.

Keberhasilan bangsa Indonesia jangka panjang sangat ditentukan oleh ketahanan pangan Nasional. Program swasembada pangan nasional meliputi 8 komoditas yakni beras, bawang merah, cabai, jagung, keledai, gula daging sapi dan bawang putih. Impor bahan pangan untuk 8 komoditas tersebut diatas  diharapkan berkurang secara bertahap, dengan mengelola sistem pertanian dan peternakan nasional yang modern dan berbasis teknologi digital.

Upaya perbaikan sistem pertanian nasional secara berarti dapat dilakukan dengan transformasi digital dibidang pertanian. Hal ini berupa perbaikan secara besar-besaran dalam hal people (SDM), proses bisnis dan tools atau teknologi. Masalah utama dalam pengembangan sistem pertanian nasional adalah penyiapan SDM yang kompeten dengan jumlah yang memadai. Saat ini tenaga kerja dibidang pertanian adalah generasi millennial dan Z yang sudah tidak tertarik menjadi petani, mereka lebih senang bekerja di kota. Demikian pula jumlah ASN di bidang pertanian yang kompeten sangat terbatas jumlahnya. Mekanisasi pertanian, merupakan salah satu solusi untuk mengatasi keterbatasan jumlah petani, namun yang lebih utama adalah bagaimana mendorong generasi muda mau bertani kembali, tentu dengan imbalan yang lebih menarik. Misalnya, dengan memberikan perbandingan penghasilan yang diperoleh sebagai buruh di kota-kota besar dan kesejahteraan petani yang akan diperoleh di desa. Pemerintah perlu membuat program pembinaan petani muda, yakni dengan mendidik dan membina generasi muda untuk menjadi petani modern. Mereka dilatih agar memiliki kompetensi sebagai petani modern, antara lain dalam hal pengolahan tanah, pemeliharaan tanaman dan pengolahan hasil panen, diberi bibit unggul, permodalan dan dididik dalam hal manajemen keuangan. Hal ini akan mendorong generasi muda setempat tidak tertarik lagi pindah ke kota, malah orang-orang kota akan kembali ke desa untuk menjadi petani. Demikian pula, Pemerintah harus memprioritaskan program peningkatan kompetensi penyuluh pertanian serta Aparatur Sipil Negara (ASN) yang mengelola sistem pertanian di tingkat kabupaten/kota, propinsi hingga tingkat Depertemen. Hal ini meliputi peningkatan ketrampilan (Skills), pengetahuan (Knowledge) dan sikap (Attitude) yang relevan dengan tugas mereka.

Proses pengelolaan sistem pertanian nasional harus dikelola secara efektif dan efisien. Hal ini menyangkut kepada tugas dan tanggungjawab para pihak dalam mewujudkan swasembada pangan nasional. Perlu disusun secara lengkap dan mengalir tugas dan tanggungjawab serta proses kerja dari Menteri Pertanian hingga penyuluh pertanian, hubungan antara petani dengan penyuluh pertanian, proses penanaman, proses pemeliharaan tanaman, proses pemupukan, proses panen serta proses paska panen. Dengan adanya proses kerja yang lengkap dan mengalir maka produksi pertanian nasional dapat dikelola secara terpadu seperti mengelola produksi di pabrik. Demikian pula perlu ditingkatkan proses kordinasi antar Kementerian/Lembaga Negara, untuk memastikan kecukupan pasokan pangan nasional. Masalah pangan sangat sensitif dan menyangkut ketahanan bangsa. Hal yang paling krusial dalam sistem penyediaan pangan nasional adalah penyediaan data dan informasi yang akurat. Terdapat berbagai sumber data sehingga sering muncul keputusan yang kurang tepat, misalnya dalam melakukan impor beras, garam dan daging sapi. Proses pengolahan dan penyajian informasi menjadi sangat penting untuk memastikan potensi dan proses produksi dari setiap daerah serta hasil produksi pertanian nasional. Menteri Syahrul Yasin Limpo telah menetapkan salah satu program kerja 100 hari adalah menyamakan data dan informasi, yakni dengan menggunakan data Biro Pusat Statistik (BPS) sebagai rujukan.

Tools atau technology merupakan faktor penunjang efisiensi, mutu dan produktivitas sistem pertanian. Kita perlu mengembangkan pertanian modern berbasis teknologi (e-Agriculture), yakni dengan mendayagunakan teknologi digital mulai dari peramalan cuaca,  proses pengolahan lahan, pembibitan, penanaman, pemeliharaan tanaman, panen dan paska panen. Hal ini dilakukan dengan menggunakan drone, smart-tractors, sensor IoT, kontrol air langsung ke tanaman, pengelolaan hama, penyiraman tanaman, hingga mesin panen, gudang penyimpanan hasil panen serta teknologi pengelolaan hasil panen.

Digitalisasi sistem pertanian nasional dibangun berlandaskan ekosistem pertanian yang menghimpun para petani, pengumpul atau penjual hasil pertanian, pemasok pupuk, penyuluh pertanian, penyedia anti hama, mesin pertanian, Pemerintah, Bank dan Bulog. Beberapa aplikasi digital di bidang pertanian sudah berkembang, yang menghimpun sebagian dari para stakeholder pertanian. Aplikasi tersebut antara lain adalah SICA (System Informasi Cerdas Agribisnis) yang memberi 4 manfaat kepada petani, yakni 1). Memberikan kemudahan bagi petani untuk menentukan waktu tanam 2). Menghindari terjadinya kegagalan tanam dan panen 3). Meningkatkan produktivitas pertanian 4). Meningkatkan kapasitas petani dalam manajemen pertanian. (Kompas, 4 November 2019). Aplikasi lain yang sedang berkembang seperti Rice Doctor (dikembangkan IRRI-Philippine), Petani, Mata Daun, Rego Pantes, Simbah dan Pantau harga.   Penggunaan aplikasi pertanian digital perlu digalakkan di seluruh Indonesia, baik di tingkat desa, kecamatan, kabupaten maupun di tingkat propinsi, agar mampu menyediakan kebutuhan petani hingga menjual hasil panen mereka. Petani akan fokus kepada penanaman dan pemeliharaan tanaman saja, sehingga mampu memproduksi hasil panen secara teratur dengan kualitas yang baik. Sementara penyedia aplikasi mampu mengatasi permainan harga tengkulak, menyediakan bibit, pupuk, manajemen perawatan tanaman, menghubungkan langsung kepada pelanggan, restoran, hotel ataupun supermarket. Ekosistem pertanian ini akan menghasilkan kontinuitas pasokan yang stabil dan harga pasar yang terkendali sehingga petani makin sejahtera. Untuk itu Pemerintah perlu membina dan memberdayakan para start-up pertanian dan Badan Usaha Milik Desa, untuk bersama-sama mengembangkan dan mensejahterakan petani.

Indonesia memiliki potensi besar menjadi penyedia pangan tingkat dunia. Luas lahan yang sangat luas, jumlah SDM yang banyak, penguasaan teknologi dan kemudahan masyarakat beradaptasi dengan teknologi digital, menjadi faktor-faktor pendorong untuk mampu membangun sistem pertanian nasional yang modern dan berbasis teknologi digital. Diperlukan leadership yang kuat dari Pemerintah untuk menjalankan transformasi digital di bidang pertanian. Mari kita wujudkan Indonesia Emas 2045, dengan menjadikan pertanian menjadi salah satu keunggulan kompetitif bangsa Indonesia. [lumumba sirait]