e2consulting.co.id – Kita baru saja kehilangan tokoh masyarakat Bpk. Jakob Oetama, pendiri dan pemimpin usaha Kompas-Gramedia Group. Beliau dikenal sebagai pemimpin yang rendah hati dan sederhana, membangun budaya perusahaan berintegritas tinggi, santun dalam pemberitaan, berpihak kepada rakyat banyak dan mengutamakan kesejahteraan karyawan. Beliau juga seorang pemimpin yang visioner, yang mengembangkan diversifikasi usaha, termasuk mengembangkan media digital. Kompas merupakan pionir perusahaan nasional yang siap bertransformasi menjadi digital company.

Pemimpin perusahaan digital global juga membangun budaya perusahaan dengan meletakkan inovasi sebagai kunci keberhasilan usaha yang didukung oleh SDM yang kompeten serta memiliki engagement yang tinggi. Diantara mereka adalah Elon Mask yang mengembangkan Mobil Tesla dan Giga Factory, Jeff Bezos (Amazon) dan Jack Ma (Alibaba). Karyawan bekerja dengan jam kerja yang panjang setiap minggu dan senantiasa mengembangkan inovasi produk/layanan yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat banyak. Namun sebagai kompensasinya, perusahaan memberikan kesempatan untuk menduduki jabatan strategis bagi karyawan yang berprestasi unggul dan menyediakan fasilitas kantor yang nyaman serta menyenangkan sehingga karyawan betah di kantor.

Budaya perusahaan (corporate culture) menyangkut tentang nilai-nilai yang dianut, sikap, standard, dan kepercayaan yang membentuk karakter dari karyawan dan menjadi ciri dari perusahaan. Budaya perusahaan dapat menjadi keunggulan kompetitif sebuah perusahaan yang sulit ditiru oleh kompetitor. Kapabilitas organisasi dibentuk dari kerjasama sejumlah SDM yang kompeten, berintegritas tinggi dan dengan kemauan kuat untuk menghasilkan karya yang terbaik. Kemampuan ini dapat terwujud berkat sentuhan pemimpin yang memberikan arahan, keteladanan dan people empowerment, dari jenjang top-level hingga pelaksana. Pemimpin membangun budaya perusahaan sesuai dengan tujuan, visi,misi dan arah strategis perusahaan.

Budaya perusahaan dikembangkan sesuai dengan tantangan perusahaan yang dihadapi, dijalankan melalui sejumlah program kerja dan memiliki sistem pengukur keberhasilan. Pembangunan budaya perusahaan berlangsung dalam jangka panjang, perlu role model dari pimpinan tertinggi dan adanya agent of changes yang senantiasa mengkomunikasikan dan menularkan budaya perusahaan ke berbagai unit organisasi perusahaan atau kepada individu. Pembangunan budaya perusahaan berlangsung terus menerus melalui sejumlah program kerja yang menyangkut kepada seluruh organisasi dan individu perusahaan. Misalnya, program kerja team work, dilakukan melalui sejumlah proyek kolaborasi. Sementara program kerja Excellent Customer Experience, dilakukan melalui sejumlah proyek pelayanan pelanggan eksternal maupun internal. Keberhasilan budaya perusahaan diukur melalui tools yang dipersiapkan sebelum pelaksanaan program. Hal ini mencakup milestone pencapaian, target kuantitatif dan kualitatif yang harus dicapai serta Key Success Factor-nya. Salah satu alat ukur budaya perusahaan adalah survey employee engagement, yang memperlihatkan sejauh mana karyawan memberikan sumbangsihnya kepada perusahaan untuk berbuat lebih banyak dari apa yang dimintakan (going for extra miles).

Terdapat 10 cara untuk meningkatkan buaya perusahaan, yakni menciptakan budaya transparansi, menghargai dan mengapresiasi hasil karya seseorang, membangun hubungan yang akrab antara sesama karyawan, menginspirasi kemandirian karyawan, melatih fleksibilitas, mengkomunikasikan tujuan dan keinginan (passion), mempromosikan kerjasama tim dalam mencapai tujuan, mendorong pemberian feedback secara berkala, selalu selaras dengan core value perusahaan, dan menyediakan sumber daya yang cukup untuk membangun budaya. Namun dalam perjalanan usaha sering ditemukan budaya perusahaan hanya sebagai statement saja, belum menjadi perilaku sehari-hari. Hal ini disebabkan faktor pemimpin yang tidak memberikan contoh dalam memimpin atau belum menjadi role model. Misalnya, perusahaan sering terlambat memulai rapat, rapat bertele-tele, penegakan disiplin tidak konsisten, promosi karyawan tidak transparan dan adanya office politics. Atau ada juga perusahaan yang hanya membuat event budaya perusahaan setiap tahunnya, tanpa melakukan internalisasi budaya tersebut kepada individu karyawan, program kerja budaya perusahaan tidak menyasar kepada tujuan serta tidak ada sistem pengukuran keberhasilan. Akibatnya, karyawan menjadi kecewa sehingga engagement-nya menurun.

Budaya perusahaan dapat disesuaikan sesuai dengan perkembangan usaha, khususnya dalam menghadapi tantangan pasar yang berubah. Misalnya dalam rencana pengembangan usaha baru, maka proses kerja, sistem teknologi dan kompetensi SDM juga harus mengalami perubahan yang berarti. Perusahaan perlu melakukan transformasi bisnis, pengelolaan SDM dan budaya perusahaan. Misalnya, perusahaan tradisional yang berubah menjadi digital company, perlu merubah perilaku karyawan dan mutu layanan agar sesuai dengan tuntutan pelanggan, kondisi pasar dan business ecosystem. Transformasi digital membutuhkan budaya customer centrics, dimana perusahaan harus memahami kebutuhan pelanggan dan memastikan proses service design hingga customer experience yang memuaskan. Dalam hal ini perlu dikelola profil pelanggan yang berbasis data analytics sehingga mampu menawarkan layanan yang sesuai dengan kebutuhan pelanggan. Budaya melayani pelanggan menjadi bersifat personal atau customized, perusahaan harus mampu menawarkan berbagai solusi dan business model yang sesuai dengan kondisi pelanggan. Budaya perusahaan menuntut karyawan untuk senantiasa pro-aktif terhadap pelanggan, menggunakan IT tools untuk data analytics atau karyawan terbiasa menggunakan data dalam bekerja dan mengambil keputusan. Dibidang organisasi, struktur organisasi menjadi ramping dan sifat kepemimpinan tidak lagi birokratis, namun lincah (agile), bekerja berkolaborasi untuk mengerjakan proyek-proyek secara cepat, mendorong lahirnya inovasi diberbagai bidang kerja, serta menerima kesalahan atau kegagalan atas proyek yang dijalankan.

Transformasi perusahaan untuk menjadi digital company membutuhkan transformasi budaya perusahaan. Perlu komitmen dari top-level untuk menjalankannya. Program kerja transformasi disusun selaras dengan tujuan perusahaan dan program transformasi bisnis serta organisasi. Program transformasi budaya bukanlah semata-mata tugas unit Human Capital Management (HCM), namun tanggung jawab dari seluruh pimpinan perusahaan. Agar perjalanan transformasi berjalan efektif maka perlu dibentuk gugus kerja PMO (Program Management Office) yang menyelaraskan program kerja di berbagai unit kerja, memonitor kemajuan program serta membahas atau menindaklanjuti hambatan dalam pelaksanaan program kerja. Perlu disusun program kerja unggulan yang bersifat jangka pendek (quick-win), yang menjadi milestone awal dari keberhasilan transformasi. Misalnya, program kerja rapat yang efektif dapat menjadi program kerja jangka pendek, keberhasilannya diukur dalam waktu 6 bulan. Selanjutnya, pelaksanaan program kerja yang lebih kompleks dan membutuhkan sumber daya yang lebih besar. Hal ini antara lain program peningkatan employee engagement, pengembangan kompetensi di bidang data-analytics dan program customer centrics, yang menjadi program kerja jangka menengah dan panjang.

Transformasi budaya bukanlah pekerjaan mudah, namun perlu dilakukan untuk memastikan keberhasilan usaha jangka panjang. Perlu komitmen dari Direksi, Komisaris dan Senior Leader perusahaan untuk bersungguh-sungguh menjalankannya. Untuk itu, perlu komunikasi yang efektif dengan seluruh karyawan, agar mereka sungguh-sungguh menjalankan program kerja transformasi. Peran role-model dan agent of changes menjadi sangat strategis untuk memenangkan hati karyawan. Dan setiap keberhasilan yang dicapai perlu dirayakan dengan seluruh karyawan. Mari kita transformasikan budaya perusahaan untuk menjadi digital company!