e2consulting.co.id – Pandemi Covid-19 telah berdampak besar terhadap kegiatan industri di seluruh dunia. Sudah lebih dari 6 bulan masyarakat beraktivitas dari rumah, demikian pula kegiatan usaha dijalankan sangat terbatas sehingga perekonomian merosot dan berdampak besar terhadap kegiatan industri. Perekonomian negara-negara yang berbasis ekspor menurun drastis karena permintaan pasokan menurun dan sarana transportasi yang terbatas. Demikian pula negara yang tergantung kepada impor atau jasa akan kesulitan mendatangkan barang dari luar negeri dan transaksi jasa pun menurun drastis, misalnya di bidang jasa pariwisata. Sementara negara yang tidak tergantung kepada ekspor-impor, pada umumnya cukup mampu bertahan. Bagaimana dengan perekonomian kita di Indonesia? Sejauh ini perekonomian Indonesia sudah mengalami pertumbuhan ekonomi negatif untuk 2 triwulan berturut-turut, sehingga akan masuk resesi ekonomi pada triwulan IV 2020. Resesi ekonomi tidak dapat dihindari, namun hal ini harus menjadi pemicu untuk membangkitkan perekonomian termasuk industri nasional.

Sebuah negara kuat apabila industri dalam negerinya kuat, khususnya untuk memenuhi konsumsi dalam negeri dan mampu bersaing di pasar global. Industri dalam negeri kita masih jauh tertinggal dengan negara-negara di Asia seperti Tiongkok, Taiwan, Korea, India, Jepang dan bahkan masih belum unggul di Kawasan Asean. Persoalan industri nasional antara lain adalah kita belum memiliki produk/jasa yang unggul dalam persaingan global. Kedua adalah produksi nasional belum efektif dan efisien karena masih tergantung kepada bahan baku impor. Ketiga, produktivitas kerja kita kalah dibandingkan tenaga kerja asing sehingga harga jual produk lebih mahal dibandingkan produk impor. Keempat adalah proses produksi kita yang masih semi manual atau belum menggunakan teknologi tinggi, sehingga kalah dalam hal kualitas dan cost of production. Sementara perusahaan global sudah menerapkan Industry 4.0 yang mampu menghasilkan jumlah produk yang banyak dan berkualitas dalam waktu cepat dengan biaya produksi yang lebih murah. Hal ini menyebabkan pelaku ekonomi kita cenderung melakukan impor barang sehingga industri dalam negeri menjadi lesu.

Pemerintah melalui Kementerian Perindustrian pada tahun 2018 telah memperkenalkan konsep Industri 4.0 dengan sebutan Indonesia Making 4.0. Dalam Keputusan Presiden no. 18 tahun 2020 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tahun 2020-2024, ditetapkan sejumlah proyek prioritas strategis, salah satu diantaranya adalah Industry 4.0 di 5 sub sektor prioritas : Makanan dan minuman, Tekstil dan pakaian jadi , Otomotif, Elektronik, Kimia dan Farmasi. Apakah kelima industri unggulan tersebut benar-benar menjadi primadona industri nasional yang memberikan nilai tambah berarti bagi perekonomian nasional, khususnya untuk mewujudkan Indonesia Emas 2045?

Kini merupakan saat yang tepat untuk menata ulang industri nasional. Dengan lesunya industri nasional dan global saat ini, kita perlu menyusun ulang perjalanan industri nasional dengan melihat dampak dari pandemi Covid-19 dan kebutuhan masyarakat Indonesia yang harus disediakan industri nasional secara mandiri. Indonesia harus menyusun ulang roadmap industri nasional menuju Indonesia emas 2045 berikut program strategis yang harus dijalankan secara terpadu dan konsisten. Pemerintah perlu membuat Rencana Pembangunan Lima Tahun (REPELITA) dibidang industri, mulai dari 2020 hingga 2045. Misalnya, Indonesia harus memiliki program swasembada di bidang pangan dan energi, hilirisasi produk tambang, menguasai industri healthcare dengan ketergantungan minimal ke luar negeri, mandiri dalam pembuatan kendaraan listrik dan material untuk berbagai infrastruktur.

Industry 4.0 merupakan solusi industri yang menerapkan teknologi digital dalam proses kegiatan industri secara terpadu, mulai dari perencanaan produk, proses produksi hingga delivery serta pengalaman pelanggan. Seluruh ekosistem industri terhubung atau terintegrasi melalui komunikasi Internet of Things (IoT) antar alat produksi dan sarana penunjangnya (physical asset). Physical asset tersebut diperlengkapi dengan sensor IoT yang menghasilkan data asset yang selanjutnya diolah menjadi informasi sehingga proses produksi berjalan lebih efektif dan efisien. Kegiatan proses produksi dijalankan melalui software aplikasi produksi yang diprogram secara fleksibel per batch produksi sehingga mampu menghasilkan customized product. Perusahaan otomotif global, industri elektronik dan pertambangan, sudah menerapkan Industry 4.0 dan sudah memperlihatkan hasil yang cukup berarti dalam hal kecepatan produksi, kualitas dan cost of production. Namun Industry 4.0 belum efektif dan efisien untuk perusahaan menengah dan kecil, karena biaya yang dikeluarkan belum sebanding dengan hasil yang didapatkan.

Bagaimana dengan Indonesia, kapan dan sektor industri mana yang sudah layak menerapkan konsep Industry 4.0? Kita masih diperhadapkan dengan penyerapan tenaga kerja sebanyak mungkin supaya rakyat dapat makan. Namun disisi lain, industri juga harus tumbuh dan kompetitif dengan produk luar negeri. Perusahaan besar di bidang migas, tambang dan perkebunan sudah saatnya menjalankan konsep Industry 4.0 secara bertahap, khususnya untuk meningkatkan produktivitas kerja dan efisiensi biaya. Misalnya industri mulai menggunakan robot dalam proses produksi yang sulit atau berbahaya. Sementara untuk industri lainnya, khususnya yang masih menyerap tenaga kerja seperti pabrik rokok, garmen, mobil dan motor, material bangunan serta farmasi, pekerjaan masih dilakukan secara manual dalam jangka waktu tertentu, namun dengan menggunakan teknologi digital secara terbatas seperti aplikasi pengelola daya listrik untuk mengurangi biaya produksi.

Melalui REPELITA industri, perlu ditetapkan rencana swasembada industri nasional. Dengan ditetapkannya program unggulan industri maka perlu dilakukan proyek percontohan industri yang dijalankan menggunakan konsep Industry 4.0. Dengan forecasting kebutuhan nasional dan ekspor terhadap produk tertentu, maka disusun rencana pembangunan pabrik baru yang sudah menggunakan mesin baru berbasis IoT, robot, drone, data analytics dan Artificial Intelligent (AI) serta Augmented Reality (AR). Peralatan physical dan digital asset dikelola secara terpadu, yang mencakup seluruh proses bisnis, antara lain penyediaan bahan baku, layout pabrik, proses produksi, penempatan orang sebagai pengawas, quality control, distribusi hasil produksi, rencana maintenance mesin produksi, dan kegiatan evaluasi serta monitoring proses produksi.

Penerapan Industry 4.0 masih baru bagi kita, namun sudah menjadi kegiatan rutin bagi pelaku industri global. Kita harus mengejar ketinggalan dalam hal pengetahuan dan penerapannya. Para pelaku industri nasional, Pemerintah dan sekolah/perguruan tinggi perlu duduk bersama-sama untuk mempersiapkan industri unggulan dan pelaksanaan Industry 4.0 secara bertahap. Dan yang paling utama adalah meningkatkan kompetensi SDM yang akan menjalankannya. Semoga kita mampu membangun industri nasional yang kompetitif!