e2consulting.co.id – Setiap generasi memiliki masa dan gaya hidup tersendiri. Saat ini kita masih melihat para generasi baby boomer dan X yang rajin membaca koran dan menonton TV setiap hari, sementara generasi millennial sudah beralih ke media sosial dan menonton video streaming. Perubahan gaya hidup dari setiap generasi sejalan dengan perkembangan teknologi terkini. Perubahan gaya hidup generasi baru sangat berpengaruh terhadap keberlangsungan perusahaan penyedia barang atau jasa. Pelanggan lama semakin menua dan konsumsi belanja semakin menurun, sementara calon pelanggan generasi muda belum tentu bisa diraih. Salah satu industri yang mengalami disrupsi adalah layanan perbankan, karena perkembangan teknologi fintech dan perubahan gaya hidup generasi millennial dan Z.

Apakah bisnis perbankan akan bertahan dimasa depan dan menjanjikan keuntungan besar sebagaimana diperoleh saat ini? Jawabannya sangat tergantung kepada langkah-langkah yang ditempuh dalam menghadapi perubahan. Untuk memahami permasalahan perbankan saat ini, kami melakukan kajian dengan menggunakan 5 forces Porter’s analyisis, dimana terdapat 5 komponen yang perlu dikaji yakni Industry rivalry, Threat of substitution, Bargaining of power of buyers, Threat of new entrants dan Bargaining of supplier. Yang kami ulas adalah 3 komponen yang paling berpengaruh. Saat ini bank di seluruh dunia sedang mengalami ancaman terbesar berupa Threat of substitution dari fintech company, baik di sektor retail maupun corporate banking. Fintech company tumbuh menjamur di seluruh dunia, beberapa diantaranya sudah menjadi pemain besar seperti Ali Pay dan WeChat Pay di Tiongkok, di Indonesia memiliki Dana, OVO, LinkAja dan lain-lain. Bargaining power of buyers semakin meningkat karena teknologi digital memungkinkan nasabah atau calon nasabah dapat membandingkan langsung produk dan layanan sesama bank serta fintech company, sehingga dapat memilih yang paling sesuai dengan kebutuhannya. Sementara Bargaining of supplier adalah keterbatasan kemampuan bank untuk mengakses teknologi digital yang harganya mahal dan butuh kompetensi IT, khususnya bagi bank kelas menengah dan bawah.

Kunci keberhasilan bank terletak dalam mendapatkan jumlah nasabah dan menciptakan transaksi aktif untuk menghasilkan revenue serta mengendalikan biaya operasional. Nasabah bank senantiasa mengalami perubahan, seiring dengan usia dan kehadiran nasabah baru. Segmen nasabah generasi baby-boomer dan X semakin menua, harapan bank terletak pada generasi millennial dan Z. Kedua generasi ini sudah memiliki literasi digital yang memadai sehingga mampu mengakses informasi dari seluruh dunia. Mereka dengan mudah dapat membandingkan layanan antar sesama bank dan layanan fintech company, dan memilih layanan yang paling sesuai dengan kebutuhannya serta prosedurnya cepat. Potensi perbankan lainnya adalah masyarakat yang belum tersentuh, khususnya warga masyarakat bawah (unbankable) atau warga yang berada di pedesaan.

Saat ini bank di seluruh dunia sedang sibuk bertransformasi digital, untuk mampu menghadapi perubahan, khususnya berkompetisi dengan fintech company. Berbagai program kerja strategis dilakukan seperti pengembangan SDM, proses bisnis dan penggunaan teknologi digital, agar mampu menghasilkan layanan yang lebih baik dan biaya operasional yang lebih murah serta kepuasan pelanggan yang lebih tinggi. Layanan perbankan tidak lagi berpusat pada kantor cabang tetapi melalui layanan mandiri online banking dan branchless banking. Berbagai teknologi pendukung layanan seperti Internet of Things (IoT), Cloud computing, Data analytics dan AI (Artificial Intelligent), digunakan untuk melayani nasabah lebih baik dan mengelola profil-nya. Bank besar yang sudah bertransformasi antara lain ING di Belanda dan DBS bank Singapore. Namun apakah bank besar akan mampu bersaing dengan fintech company yang lebih lincah dan aturannya lebih longgar? Berbagai pendekatan praktis dilakukan bank antara lain dengan membeli fintech company atau menjadi penyaham disana.

Bank nasional juga sudah dan sedang bertransformasi digital, umumnya dengan membangun layanan online banking dan branchless banking. Mereka adalah bank besar seperti Bank BRI, Mandiri, CIMB Niaga, BCA dan BTPN. Berbagai terobosan dilakukan untuk menjangkau generasi millennial dan Z seperti layanan self-service online atau mobile banking, mengurangi jumlah kantor cabang, meningkatkan fungsi ATM menjadi sarana setor/tarik tunai, serta mengembangkan layanan micro-banking untuk menjangkau masyarakat bawah dan di daerah pedesaan. Bank papan atas dapat bertransformasi digital karena memiliki sumber daya yang cukup atau mengikuti kebijakan global bank asing.

Bagaimana dengan bank kelas menengah dan bawah yang memiliki kemampuan terbatas dalam hal keuangan dan akses terhadap teknologi digital? Misalnya Bank Pembangunan Daerah (BPD) dan bank buku 1 & 2, yang mempunyai modal dan jangkauan terbatas. Bank kelas menengah dan bawah pada umumnya berfungsi sebagai retail banking dan commercial banking, yang menyasar nasabah masyarakat umum, pengusaha kecil dan pedagang UMKM. Layanannya berupa simpan pinjam, pembayaran dan account management. Kehadiran fintech company di bidang layanan peminjaman dan P2P lending telah mengancam keberlangsungan usaha bank.

Semua bank harus berubah, yakni dengan memetakan kembali business ecosystem dan peran yang akan dilayaninya. Pelanggan merupakan stakeholder utama yang harus dilayani dengan memuaskan dan bersifat personal. Siapa pelanggan yang akan dilayani dan apa yang mereka butuhkan dalam menjalankan usaha atau kebutuhan pribadinya? Dalam melayani nasabah UMKM, bank biasanya menyediakan modal kerja usaha. Supaya nasabah UMKM bertumbuh maka bank sudah saatnya memikirkan kebutuhan mereka seperti penyediaan bahan baku, proses produksi, marketing, sales dan pelayanan pelanggan serta membantu dibidang administrasi keuangan dan perpajakan. Untuk segmen individu, bank dapat membantu dalam hal pembelian barang-barang kebutuhan pokok, hobby dan hiburan/pertunjukan, disamping layanan simpan-pinjam. Jadi bank harus berubah secara berarti, baik dari segi budaya, kompetensi SDM dan layanan yang berkembang beyond bank traditional services! Bagaimana bank harus berubah dengan bertransformasi digital? (bersambung)