e2consulting.co.id – Dimasa lalu produsen barang atau pembuat software melakukan penjualan putus atau transaksi satu kali kepada pelanggan. Metoda ini disebut sebagai ekonomi linier. Pembeli menjadi pemilik aset dan produsen barang tidak bertanggungjawab terhadap kelangsungan operasi aset tersebut. Produsen mendapatkan revenue dari penjualan barang dan jasa pemeliharaan infrastruktur operasional usaha (maintenance contract). Untuk meningkatkan pendapatan usaha maka produsen barang harus menjual lebih banyak. Model ekonomi linier ini sulit untuk meningkatkan pendapatan usaha secara berarti, sangat tergantung kepada organisasi marketing dan sales, yang membutuhkan sumber daya yang sangat besar. Bagaimana kalau pasarnya sudah jenuh atau produk/jasa kompetitor lebih unggul? Tidak ada kepastian mendapatkan revenue setiap tahunnya.

Berbagai strategi bisnis dilakukan oleh perusahaan-perusahaan maju dalam mencari model bisnis diluar ekonomi linier. Sebenarnya sudah ada model bisnis lain semenjak masa lalu, yakni Product as a Service (PaaS) dan Software as a Service (SaaS). Product as a Service adalah kombinasi dari produk yang disertai dengan pelayanan. Produk dilengkapi dengan lebih banyak features atau layanan kontrak repair atau penggantian. Dengan model PaaS, produk ditawarkan dengan metoda berlangganan yang dilengkapi dengan berbagai layanan. Hampir serupa, SaaS merupakan layanan software yang ditawarkan kepada pelanggan dengan berbasis sewa, seperti Office 365 dan Adobe. Software disimpan di cloud dan diakses oleh pelanggan sesuai dengan kontrak berlangganan yang telah disepakati.

PaaS dan SaaS merupakan strategi bisnis dari perusahaan pembuat produk dan pengembang software dalam rangka memastikan pendapatan setiap tahun (re-curring revenue) dan sebagai upaya untuk menghasilkan pertumbuhan revenue secara berarti (significant). Produsen menghasilkan barang untuk digunakan oleh pelanggan korporasi dalam menjalankan kegiatan usahanya atau digunakan pelanggan individu dalam menjalankan lifestyle-nya. Produsen membuat produk, mulai dengan menyediakan bahan baku (raw material), melakukan produksi hingga menjadi barang jadi dan selanjutnya memasang barang ditempat pelanggan. Barang tersebut selanjutnya dioperasikan oleh pelanggan, dipelihara oleh produsen hingga akhir masa penggunaannya. Model ini disebut sebagai circular model, dimana produk kembali kepada pabrikan untuk di re-cyle atau diremajakan. Model PaaS menawarkan harga yang lebih terjangkau, khususnya bagi perusahaan yang baru bertumbuh, dimana kemampuan keuangannya masih terbatas. Mana yang lebih baik, memiliki 10 pelanggan yang membayar 10 juta perbulan atau 100 pelanggan dengan 1 juta atau 1000 pelanggan dengan 100.000? Tentunya lebih baik memiliki pelanggan yang banyak sekalipun dengan bayaran yang lebih murah, karena mereka memberikan kepastian pendapatan setiap bulannya. Sementara memiliki jumlah pelanggan yang sedikit kita akan nyaman, namun manakala kehilangan satu pelanggan sangat berdampak terhadap revenue. Keuntungan lain dari model PaaS adalah tingkat loyalitas pelanggan yang lebih tinggi dan keuntungan usaha yang lebih besar karena efisiensi biaya dalam managed service banyak pelanggan.

Disisi pembeli jasa PaaS dan SaaS mereka juga memiliki keuntungan, karena tidak perlu memiliki aset tetap, pelayanan yang terjamin dan up-grade kapasitas produksi / mesin yang sesuai dengan kebutuhan. Disamping itu pelanggan menyukai model PaaS karena (1) Fleksibilitas membayar sewa setiap bulan (2) Dukungan operasional yang terjamin dari produsen (3) Biaya awal (upfront cost) yang lebih rendah dibandingkan membeli produk (4) Kemungkinan untuk mendapatkan produk yang diperbaharui ketika kontrak berlangganan berakhir.

Beberapa industri yang menggunakan model PaaS adalah perusahaan manufacturing. Industri tersebut antara lain adalah Consumer electronics, Consumer Goods, Home & Furniture, Medical, Mobility, Lingting dan Original Equipment Manufacturers (OEM). Salah satu case model PaaS adalah Schiphol Airport di Belanda, yang menyewa lampu dari Philips. Philips menawarkan luminasi cahaya atau lux as a service. Schiphol Airport menyewa penggunaan cahaya setiap tahunnya. Lampu-lampu tersebut sepenuhnya milik Philips dan mereka bertanggungjawab untuk seluruh post-service (repair dan penggantian). Lebih penting lagi, Philips berupaya seefektif mungkin untuk memasok cahaya.

Contoh lain adalah dalam dunia permesinan, khususnya penyewaan mesin pesawat terbang oleh Rolls Royce dan General Electric. Perusahaan penerbangan (airliner) tidak perlu membeli mesin pesawat, mereka hanya mengoperasikan mesin saja yang menyatu dengan pesawat terbangnya. Model bisnisnya bisa dengan sewa bulanan atau pay as you use. Produsen memasang mesin di pesawat terbang dan melakukan repair and maintenance. Rolls Royce dan General Electric memiliki aplikasi pengendali mesin-mesin pesawat terbang. Mereka memasang sejumlah sensor IoT di mesin-mesin pesawat yang secara teratur mengirimkan data-data ke aplikasi pengendali mesin pesawat. Data-data operasional penerbangan diolah, untuk dijadikan menjadi informasi tentang evaluasi performansi mesin, prediksi pemeliharaan hingga penggantian mesin baru. Hal ini dilakukan dengan mengolah big data dari mesin tersebut dan membandingkannya dengan performansi mesin yang sejenis.

Contoh lainnya yang lebih dulu menerapkan model PaaS adalah Xerox yang menawarkan layanan business office seperti mesin fotocopy berbasis penggunaan (pay per copying). Untuk layanan personal ada juga yang menggunakan model PaaS, misalnya layanan mesin cuci (washing machines). Daripada membeli mesin cuci, lebih baik menyewa saja. Homie adalah perusahaan yang menawarkan layanan sewa mesin cuci dengan pay per use. Layanannya sangat mudah seperti halnya mengorder lewat online, mesin cuci dikirim ke rumah kita, dihubungkan dengan home appliance lainnya dan siap dioperasikan.

Model SaaS juga mulai berkembang, khususnya untuk software layanan personal atau perkantoran. Salah satu case yang sukses adalah perusahaan Adobe yang bergerak dalam layanan software multimedia. Pada tahun 2013, Adobe melakukan disrupsi bisnis, yakni dengan merubah model bisnis dari jualan licence based software menjadi model berlangganan atau PaaS. Adobe menawarkan layanan cloud-based solutions yang menarik, mengembangkan metoda marketing yang efektif dan uji coba layanan gratis selama satu tahun untuk mendapatkan experience yang menyenanggkan bagi calon pelanggannya. Hasilnya terbukti sukses, dalam waktu 2,5 tahun Adobe berhasil menjaring 4 juta pelanggan pada pertengahan tahun 2015. Disrupsi model bisnis ini berdampak terhadap revenue, dimana software licence revenue menurun secara berarti mulai dari tahun 2013 hingga seterusnya (dari USD 3343 juta pada tahun 2012 turun menjadi USD 2470 juta pada tahun 2013 hingga USD 1628 juta pada tahun 2014). Namun sebaliknya, pendapatan berlangganan (subscription) meningkat secara tajam dari USD 673 juta pada tahun 2012 menjadi USD 2077 juta pada tahun 2014. Demikian juga pendapatan Service and Support meningkat dari USD 388 juta pada tahun 2012 menjadi USD 443 juta pada tahun 2014. Dengan demikian pendapatan total pada tahun 2014 adalah USD 2520 juta, menurun jauh dibandingkan tahun 2012. Namun hal ini hanya bersifat sementara karena tahun-tahun selanjutnya revenue-nya bertumbuh secara significant. Yang terbaru, revenue Adobe tahun 2020 sudah mencapai USD 12,87 miliar, sungguh suatu pencapaian yang fantastis!

Pengembangan model bisnis PaaS dan SaaS sangat menjanjikan. Perusahaan pembuat barang atau pengembang software tidak mudah untuk berubah dari pelaku linier economy menjadi circular economy. Banyak hal yang harus dilakukan, khususnya dengan melakukan transformasi digital diseluruh aktifitas usaha (bersambung).