e2Consulting.co.id – Digital agriculture atau AgriTech merupakan sistem pertanian modern berbasis IT yang mengumpulkan data-data dari setiap tahapan mulai dari penanaman hingga paska panen, dimana data-data tersebut diolah menjadi informasi yang berguna dalam proses penanaman, pemeliharaan tanaman, panen hingga penanaman berikutnya. Teknologi digital mencakup DNA (Device, Network and Applications) dan didukung oleh sistem Cloud Computing System sebagai tempat pengolahan data. Devices merupakan perangkat tambahan dari peralatan pertanian dan mesin perkakas lainnya, umumnya berupa sensor Internet of Things (IoT), smartphone atau tablet computer, drone dan GPS. Sensor IoT mengumpulkan data-data dari objek yang diamati, misalnya suhu, kelembaban, PH tanah dan kesehatan tanaman. Demikian pula mesin-mesin yang bekerja dilapangan seperti traktor, sistem penyiraman tanaman, sistem pemupukan dan sistem pengendalian cahaya, drone dan mesin pengumpul hasil panen, diperlengkapi dengan sensor IoT sehingga menghasilkan data-data lengkap tentang kegiatan pertanian, yang akan diolah oleh software aplikasi. Dengan demikian diharapkan akan diperoleh hasil buah atau biji-bijian (crops) berkualitas dan sistem pertanian yang produktif. Network merupakan jaringan komunikasi untuk menyalurkan data-data dari Devices ke pusat pengolah data (Cloud Computing System). Dalam sebuah sistem pertanian modern, terdapat ribuan Devices sensor IoT yang mengirimkan data dari berbagai tempat. Pengiriman data ini ada yang bersifat teratur setiap jam atau hari dan ada juga berdasarkan permintaan. Volume data yang dikirimkan cukup kecil byte data-nya, namun jumlah Devices-nya sangat banyak. Untuk itu perlu jaringan komunikasi IoT berbasis LoRA (Low Power Wide Area Network) atau Narrow Band (NB) Cellular 4G/5G yang mampu menjangkau area yang luas dengan daya pancar sinyal yang rendah sehingga batere Devices dapat bertahan lama (sekitar 10 tahun). Aplikasi merupakan software yang memproses data-data yang terkumpul dari seluruh sensor IoT yang disimpan di dalam Cloud Computing System. Terdapat sejumlah aplikasi yang disediakan oleh perusahaan AgriTech seperti John Deere, perusahaan sistem informasi dan konsultan bisnis seperti Accenture dan SAP. Mereka menyediakan solusi terpadu yang bermanfaat bagi perusahaan perkebunan atau pertanian berskala besar. Dengan data-data yang dikumpulkan dari masing-masing kegiatan maka dihasilkan big data yang akan menyajikan analisis kondisi lapangan secara terinci, kecenderungan dan prediksi hasil panen kedepan. Semua proses pengolahan data tersebut dibantu oleh sistem AI (Artificial Intelligent). Sebagai contoh, penggunaan sensor IoT, drone atau GPS telah mampu mengidentifikasi lokasi hingga letak per pohon tanaman, sehingga perkembangan setiap pohon dapat dipantau dan diprediksi.
Perusahaan perkebunan kelapa sawit merupakan pengguna utama dari AgriTech. Dengan lahan yang sangat luas, butuh pengawasan terhadap kebun-kebun, baik dalam hal jumlah SDM yang bekerja, pekerjaan yang dilakukan dan perkembangan tanaman serta hasilnya. Perusahaan seperti Sime Derby dan Astra Agro Lestari telah menggunakan solusi AgriTech dalam beberapa proses kerjanya dan hasilnya telah terbukti meningkatkan performansi usaha. Untuk menjadi perusahaan AgriTech yang efektif diperlukan sumber daya yang besar. Perusahaan tradisional harus bertransformasi menjadi digital company, dengan melakukan perubahan secara berarti di lapangan maupun di back office. Perlu investasi yang besar di bidang Devices, Network dan Applications, biaya operasi dan pemeliharaan sistem teknologi serta mempersiapkan SDM yang menjalankan kegiatan AgriTech.
Aplikasi AgriTech tidak hanya dikembangkan perusahaan besar, tetapi juga dikembangkan para start-up. Berbagai aplikasi teknis dan e-Commerce berkembang di seluruh dunia. Para start-up berlomba-lomba mengembangkan aplikasi tentang bibit, perkembangan tanaman, pengendalian cahaya dan perkembangan buah/biji-bijian. Disamping bidang pertanian, aplikasi lain yang berkembang di bidang pangan adalah peternakan dan perikanan. Salah satu aplikasinya adalah sistem navigasi yang membantu nelayan menangkap ikan di lokasi yang banyak ikannya (misalnya aplikasi e-Fishery). Di bidang peternakan, sensor IoT digunakan untuk memonitor perkembangan unggas, domba, sapi dan produksi susu, sehingga hasilnya lebih produktif.
Perusahaan start-up dalam negeri juga bertumbuh, pada umumnya masih dalam lingkup penyediaan informasi dan e-Commerce di bidang pangan, yang menghubungkan petani dengan pembeli. Beberapa aplikasi tersebut adalah iGrow, Karsa, 8Villages, Eragano, Habibi Garden, dan Tani Hub, Chilibeli dan Crowde. TaniHub menjadi start-up yang terbesar dengan pendanaan sebesar USD 29 juta. Sementara Chilibeli sudah mendapatkan pendanaan sebesar USD 10 juta.
Perjalanan AgriTech di Indonesia masih masih jauh. Keunggulan kita sejauh ini baru dalam komoditi kelapa sawit. Itupun pengelolaannya sebagian besar masih tradisional sehingga hasilnya belum unggul atau produktif. Perkebunan rakyat masih dikelola seadanya, demikian pula perkebunan sawit milik BUMN PT Perkebunan masih kalah produktif dibandingkan dengan perkebunan swasta. Komoditas lain seperti karet, teh, kopi dan coklat belum unggul di pasar internasional. Juga dalam bidang pertanian pangan, khususnya produksi beras, hasil petani kita belum produktif. Penyebabnya karena sistem pertanian kita masih dikelola secara tradisional.
Penduduk Indonesia semakin meningkat dan membutuhkan pasokan pangan yang semakin besar. Kita tidak boleh menjadi pengimpor bahan pangan pokok, setidaknya harus swasembada atau malah menjadi lumbung pangan dunia. Lahan pertanian masih sangat luas, demikian pula sumber daya lautnya melimpah, namun belum dikelola secara efektif. Seluruh komponen bangsa perlu bersatu menyusun roadmap pengelolaan pangan nasional. Indonesia harus menjadi lumbung pangan dunia pada tahun 2045, yang unggul dalam sistem pertanian, perkebunan, peternakan, pengelolaan kekayaan laut maupun pengelolaan bahan mentah menjadi bahan makanan jadi. Visi ini harus diturunkan kedalam misi, strategic imperatives dan program kerja strategis yang harus dijalankan. Pengelolaan pangan harus dikelola dengan menggunakan AgriTech agar hasilnya optimal dan kompetitif di pasar internasional. Para start-up harus dibina agar menjadi pelaku usaha yang mandiri, tumbuh berkembang menjadi perusahaan besar. Demikian pula para petani, Koperasi, perusahaan perkebunan rakyat, BUMN Perkebunan dan Perkebunan Swasta, harus dibina dan didorong agar menggunakan AgriTech dalam kegiatan usahanya. Tidak kalah pentingnya adalah peran Universitas dan Institut Pertanian, mereka perlu dilibatkan dalam riset benih unggul, menguasai teknologi mesin pertanian modern dan sistem IT serta mempersiapkan SDM yang siap bekerja di bidang AgriTech. Yang terakhir adalah keikutsertaan perusahaan teknologi yang mengembangkan aplikasi, menyediakan Cloud Computing Network serta Devices lainnya. Telkom dan perusahaan konsultan sangat dibutuhkan untuk menjahit solusi yang tepat bagi sistem AgriTech Nasional. Ujian terdekat saat ini adalah pelaksanaan program Food Estate yang dirancang Pemerintah di beberapa Propinsi. Program ini harus dirancang secara terpadu dengan sasaran yang jelas berikut penyediaan sumber daya yang memadai, agar programnya berjalan lancar dengan hasil yang memuaskan. Tentunya dengan menggunakan AgriTech. Semoga!