e2consulting.co.id – Dalam artikel beberapa waktu yang lalu, saya telah membahas Cloud Computing System, yakni suatu layanan pengolahan data yang dilakukan secara terpusat di awan (cloud). Cloud Network Provider memiliki Data Centre yang tersebar di seluruh dunia untuk melayani pelanggan di berbagai negara. Dengan memiliki Cloud Network, mereka menawarkan layanan pengolahan data untuk perusahaan atau institusi dengan jenis layanan dapat berupa Infrastructure as a Service (IaaS), Platform as a Service (PaaS) atau Software as a Service (SaaS). Layanan IaaS pada umumnya digunakan perusahaan atau institusi untuk mengolah data kegiatan transasksi, tanpa perlu memiliki infrastruktur IT, cukup dengan menyewa. Cloud Network Provider menyediakan server, data storage dan interface, dengan kapasitas layanan sesuai dengan perkembangan traffic atau transaksi yang dibutuhkan pelanggan. Sebagai pengguna layanan, pelanggan mengembangkan business platform yang menghubungkan para pihak yang terkait dengan layanan. Misalnya perusahaan e-Commerce, business platform-nya dikembangkan untuk menghubungkan penjual, pembeli, sistem pembayaran dan delivery. Perusahaan e-commerce membangun software aplikasi untuk dioperasikan di cloud. Mereka tidak perlu pusing memikirkan infrastruktur IT karena Cloud Network Provider yang menyediakannya, dengan kapasitas yang sesuai dengan kebutuhan, keamanan yang terjamin dan kualitas layanan yang digaransi.
Pengolahan data cloud secara terpusat memiliki kelemahan dalam hal kecepatan respons transaksi. Untuk kegiatan transaksi yang tidak terlalu kritis, seperti layanan e-Commerce tersebut diatas, pemrosesan data secara terpusat cukup memadai. Namun untuk aplikasi khusus, atau lebih dikenal dengan sebutan critical mission, membutuhkan kecepatan respons yang sangat cepat. Perkembangan teknologi digital telah menghasilkan connected devices yang memiliki kemampuan berkomunikasi secara realtime antar sesama devices. Dalam menjalankan tugasnya, sesama devices perlu berkomunikasi dan mendapat jawaban segera atas permintaan yang disampaikan. Devices pada umumnya berupa sensor IoT, yang mengumpulkan data-data dari ribuan titik atau lokasi. Data-data tersebut diolah segera untuk menjadi informasi yang akan digunakan untuk mengambil keputusan. Keterlambatan mengambil keputusan menyebabkan kerugian yang sangat besar atau fatal. Keterlambatan proses pengolahan data di cloud biasanya disebabkan perjalanan sinyal dari lokasi ke Data Centre yang cukup lama karena menggunakan sistem transmisi data yang rute fisiknya jauh, misalnya menggunakan transmisi satelit. Waktu tempuh pengiriman sinyal dari device ke Data Centre dan waktu kembali dari Data Centre ke device disebut sebagai turn around time atau lebih dikenal dengan sebutan latency. Dalam spesifikasi 4G, latency ditetapkan sekitar 50 mili detik dan di 5G hanya kurang dari 1 mili detik. Pencapaian latency ini tidak mudah dicapai, khususnya untuk sistem transmisi satelit dan sistem gelombang mikro atau fiber optik yang rute transmisinya panjang.
Berbagai aplikasi yang memiliki critical mission akan menjadi kebutuhan baru, misalnya komunikasi antar kendaraan otonom (autonomous vehicles), transasksi finansial saham dan forex yang real-time, pengolahan data sensor IoT di ladang minyak atau tambang bawah tanah, operasi bedah manusia di rumah sakit dari jarak jauh dan online games. Aplikasi tersebut membutuhkan latency yang rendah. Bagaimana caranya agar latency yang rendah tersebut dapat dipenuhi? Berbagai cara dilakukan, pertama dengan memindahkan sebagian proses kerja ke lokasi kegiatan (site), kedua dengan menempatkan proses pengolahan data di tengah jalan (edge computing) dan ketiga tetap melakukan pengolahan data terpusat di cloud (Data Centre) namun dengan garansi latency dari Operator Telekomunikasi, khususnya penyedia jaringan 4G/5G. Beberapa sensor IoT sudah diperlengkapi dengan kecerdasan tambahan, sehingga dapat mengambil tindakan setempat di lokasi (local decision), yang hasilnya dilaporkan ke Cloud System.
Teknologi digital yang berbasis kepada connected device mengharuskan terjadinya komunikasi antar device secara cepat (responsif). Autonomous car misalnya, saat ini sudah dalam tahap pengujian dan penyempurnaan akhir untuk dioperasikan di jalan raya. Sesama kendaraan perlu berkomunikasi agar perjalanan aman dan lancar. Kendaraan otonom mengandalkan sensor Lidar untuk mendeteksi situasi lingkungan sekitar, belum berkomunikasi antar sesamanya. Dimasa depan kendaraan otonom akan saling berkomunikasi dengan sesamanya, juga dengan device yang ada disekitarnya (misalnya dengan traffic light). Komunikasi dilakukan melalui pemancar BTS 5G yang diperlengkapi dengan edge computing system, sehingga pertukaran informasi dapat terjadi secara cepat. Pemancar BTS 5G meneruskan permintaan transaksi ke perangkat edge computing setempat dan segera memberikan respons ke device yang meminta informasi. Data-data di edge computing senantiasa disinkronkan dengan cloud (Data Centre). Saat ini Operator Telekomunikasi di negara-negara maju telah membuat kerjasama dengan Cloud Computing Provider untuk menyediakan layanan B2B (business to business) kepada berbagai perusahaan besar global dan nasional. Operator Telekomunikasi menyediakan lokasi untuk edge computing, Radio Access Network Services untuk menjangkau lokasi perusahaan dan system transport yang menghubungkan edge computing site ke cloud (Data Centre). Sementara itu Cloud Computing Provider menyediakan layanan edge computing/cloud computing yang sesuai dengan kebutuhan pelanggan. Akankah Operator Selular hanya akan menjadi penyedia pipa data saja?
Saat ini sejumlah perusahaan besar berlomba dalam pengembangan ecosystem edge computing, yakni vendor hardware, perusahaan platform, pengembang aplikasi, system integrator (SI) dan Operator Telekomunikasi. Dua pemain utama lainnya dalam ecosystem ini adalah Hyperscale Cloud Provider (HCP) dan Operation Technology (OT). HCP seperti AWS, Microsoft Azure, Google dan AliCloud memiliki core business yang menyediakan infrastruktur cloud and platform. Sementara vendor OT memiliki IoT platforms and applications yang didukung oleh komponen edge computing. Contoh dari perusahaan OT adalah Siemens, General Electric, BMW, ABB dan Schneider Electric.
Pertarungan para pihak dalam mengendalikan layanan edge computing ini makin seru, karena masing-masing punya keunggulan dan sekaligus memiliki keterbatasan dalam memberikan solusi terpadu kepada pelanggan korporasi. Sejauh ini Cloud Network Provider kelas HCP unggul diatas angin karena memiliki jaringan global dan telah teruji memberikan layanan berkualitas. Namun dalam tataran pengembangan aplikasi, vendor OT lebih paham terhadap kebutuhan pelanggan secara mendetail dan mampu menterjemahkan kebutuhan edge computing yang lebih spesifik. Bagaimana dengan perusahaan telekomunikasi, apakah mereka hanya sebagai penyedia pipa data dan lokasi saja? (bersambung).