e2consulting.co.id – Transformasi digital di sektor perbankan terus bergulir. Pandemi Covid-19 telah mempercepat proses transformasi di sektor perbankan, khususnya didorong oleh keterbatasan akses nasabah untuk bertransaksi langsung di kantor cabang. Lockdown atau pembatasan sosial telah menyebabkan masyarakat harus beraktivitas dari rumah, termasuk melakukan transaksi perbankan. Membeli pulsa/token, membayar tagihan bulanan, membeli makanan/minuman dan barang melalui lapak e-Commerce, hampir semuanya dilakukan menggunakan e-payment.

Nasabah bank sangat beragam dari segi demografi, terentang dari usia belasan tahun hingga 80 tahun atau bahkan lebih lagi. Kegiatan off-line banking berupa kunjungan ke kantor cabang/pembantu atau ATM masih dibutuhkan sejumlah besar nasabah, khususnya para nasabah senior dan pengusaha UMKM. Namun kegiatan online banking sudah menjadi budaya baru, khususnya bagi generasi Z, millennial dan X yang sudah cukup paham dengan teknologi internet. Online banking services sudah menjadi keharusan di semua layanan perbankan, dimana nasabah melakukan self-service banking melalui SMS, web ataupun mobile apps. SMS banking masih cukup popular, misalnya masih ada sekitar 200.000 nasabah yang menggunakan SMS banking BCA (posisi bulan Juli 2020). Internet banking yang menggunakan akses desk-top computer / lap-top juga bertumbuh, namun yang lebih berkembang adalah penggunaan mobile banking, karena bisa diakses di berbagai tempat. Dampaknya semakin terlihat, kantor cabang/pembantu semakin berkurang, demikian pula pertumbuhan mesin ATM menurun. Branchless banking semakin berkembang, ATM difungsikan sebagai mesin setor dan tarik tunai serta berbagai teknologi digital digunakan dalam proses kerja, sehingga pelayanan lebih baik dan lebih cepat.

Secara garis besar layanan perbankan terdiri dari 4 jenis, yakni account management, lending & financing, payment dan capital market. Bank membuat segmentasi pelanggan terdiri dari nasabah retail, komersial dan pelanggan korporasi. Bank-bank besar pada umumnya melayani keempat jasa perbankan dan masuk ke semua segment pasar, namun bank-bank kecil pada umumnya hanya melayani account management dan lending & financing atau hingga payment services saja. Kehadiran teknologi digital telah menyebabkan disrupsi bisnis perbankan, khususnya disegmen nasabah ritel. Kehadiran layanan e-Commerce dan e-Payment serta layanan Fintech, telah mengambil alih peran utama perbankan dalam transaksi pembayaran. Demikian pula dalam layanan simpan-pinjam, Fintech memberikan kemudahan dalam proses transaksi sehingga banyak warga masyarakat yang tertarik menggunakannya.

Selama ratusan tahun bank telah berjaya dengan mengelola dana nasabah yang sangat besar serta memberikan keuntungan usaha yang besar. Saat ini, keuntungan besar tidak bisa lagi dinikmati, tingkat profitabilitas usaha semakin menurun karena pertumbuhan revenue yang melambat dan kenaikan biaya operasional setiap tahunnya. Empat ancaman terbesar bisnis perbankan adalah pressure of margin, loss of market share, information security dan customer churn.

Bank-bank besar di Indonesia telah melakukan transformasi digital, khususnya dalam bentuk layanan omni channel , baik melalui off-line maupun online, termasuk pembukaan rekening secara online serta persetujuan pinjaman yang dilakukan secara cepat dengan menggunakan teknologi digital. Bank buku 3 dan 4 mempunyai sumber daya yang memadai untuk melakukan transformasi digital, namun tidak tidak demikian halnya dengan bank buku 1 dan 2, seperti Bank Pembangunan Daerah. Bagaimana masa depan mereka, akankah nasibnya hilang dilindas oleh bank-bank besar yang melakukan penetrasi hingga ke level micro-banking services?.

Bank-bank besar juga belum tentu aman dari disrupsi yang datang dari global financial solutions provider yang memberikan solusi finansial yang lebih mudah, aman dan menyenangkan, khususnya bagi generasi muda yang sudah faham menggunakan teknologi digital. Keuntungan bank diperoleh dari kegiatan transaksi nasabah, dimana bank mengutip fee atas setiap transaksi yang terjadi. Apakah nasabah masih bertransaksi di bank atau sudah bermain di luar bank. Khususnya dilayanan wealth management, nasabah-nasabaah utama bank berpotensi untuk melakukan transaksi sendiri seperti membeli obligasi, reksadana, main saham hingga foreign exchange (forex). Bank hanya digunakan sebagai bank account, tempat sumber pengiriman dan penerimaan uang saja.

Kehadiran e-payment seperti Gopay, OVO, Link Aja, Dana dan lain-lain, sebelumnya dianggap sebagai ancaman bagi bank. Namun kehadiran mereka ternyata membawa manfaat bagi bank, karena bank mendapat fee atas setiap transasksi top-up dana ke rekening e-wallet. Namun, e-payment milik bank bukan lagi menjadi pilihan utama atas pembayaran e-Commerce yang nilai transaksinya tidak terlalu besar (misalnya dibawah 1 juta rupiah). Bagaimana bank harus mampu berkolaborasi dan sekaligus berkompetisi dengan e-Wallet?

Fintech hadir dengan mengawinkan teknologi ke dalam sistem layanan keuangan. Terdapat 4 layanan yang ditawarkan yakni peminjaman, alat pembayaran, P2P (Peer to Peer) lending dan Perbandingan Layanan Bank & Asuransi. Saat ini Fintech juga sudah berkembang ke layanan Capital Market. Fintech telah menyebar hingga ke pelosok negeri sesuai dengan keberadaan sinyal Operator Selular dan layanan Data yang disediakan. Di Indonesia Fintech lahir sebagai layanan pinjaman dan alat bayar. Aplikasi layanan peminjaman tumbuh bagaikan jamur dan menyasar kepada masyarakat bawah serta pelaku usaha UMKM yang membutuhkan modal kerja. Fintech menawarkan proses persetujuan pinjaman yang cepat, bunga pinjaman yang kompetitif dan tidak membutuhkan agunan hingga nilai tertentu.

Tantangan yang dihadapi perbankan di seluruh dunia sama. Berbagai strategi dilakukan agar mampu menjawab tantangan dan peluang dibidang financial services, baik dengan melakukan transformasi digital, membuat digital bank maupun dengan bekerjasama atau membeli perusahaan Fintech. Bagaimana dengan perbankan nasional, sejauh mana mereka sudah bertransformasi digital dan apakah langkah-langkah yang dilakukan sudah memadai dalam menghadapi disrupsi bisnis perbankan (bersambung).