e2consulting.co.id – Pandemi Covid-19 telah membawa dampak yang sangat berarti dalam berbagai sektor industri. Perusahaan asuransi di seluruh dunia mengalami pukulan berat dalam hal pendapatan dan keuntungan usaha. Lockdown atau social distancing telah menyebabkan interaksi antara karyawan perusahaan asuransi dengan broker dan agen menjadi terbatas, demikian pula antara broker dan agen dengan nasabah/calon nasabah, beralih dari tatap muka langsung menjadi virtual. Penjualan asuransi menurun karena bisnis slowdown sehingga daya beli perusahaan dan individu menurun. Sebelum Covid-19 melanda dunia, sudah banyak tantangan yang dihadapi perusahaan asuransi dan bebannya semakin bertambah akibat dari pandemi Covid-19. Namun, perusahaan asuransi sudah teruji selama ratusan tahun, mereka tetap berkiprah di berbagai situasi krisis ekonomi dunia yang pernah terjadi. Saat ini yang perlu mereka lakukan adalah business recovery dengan memperbaiki berbagai kegiatan strategis usahanya.

Menurut konsultan PwC dalam artikel Top industry issue in 2021 – Forces shaping industry distribution, terdapat tiga kekuatan untuk mempertajam distribusi asuransi, yakni (1) daya lentur agen, (2) meningkatnya harapan para agen dan pelanggan serta (3) sulitnya mengembangkan jalur penjualan direct sales. Saat ini seluruh sektor usaha perantara asuransi, baik agen, broker dan penasihat, posisinya masih kuat di pasar dan mampu memperlihatkan nilai ke pembeli asuransi. Namun, harapan pelanggan di semua segmen semakin meningkat, baik terhadap perusahaan asuransi maupun terhadap broker, antara lain menuntut pelayanan yang transparan (seamless) dan mampu menjawab beberapa pertanyaan berikut: mengapa saya membutuhkannya, dimana dan kapan saya membutuhkannya. Sementara itu, calon nasabah muda mengharapkan layanan asuransi online, ditengah situasi perusahaan asuransi yang sedang berjuang keras untuk mencapai skala ekonomi bisnis asuransi online dan agar mampu bersaing dengan perusahaan Insurtech.

Disrupsi bisnis asuransi sudah melanda seluruh dunia, dimana Insurtech telah berhasil menjual layanan asuransi yang kreatif, harga yang terjangkau dan proses yang cepat. Kenyamanan layanan antara lain proses underwriting yang sangat cepat dan proses klaim yang mudah. Perusahaan Lemonade dari US dan Ping An dari Tiongkok, merupakan contoh perusahaan Insurtech yang sukses menjadi unicorn. Ancaman lain dimasa depan terhadap asuransi umum berasal dari perusahaan real estate dan pabrikan mobil yang menawarkan harga asuransi yang lebih murah dan bersifat personal. Demikian pula perusahaan FAMGA (Facebook, Apple, Microsoft, Google dan Amazon), saat ini sedang mempersiapkan berbagai jenis layanan asuransi jiwa maupun umum yang lebih sesuai dengan kebutuhan personal.

Bagaimana pandangan nasabah dan apa yang diharapkan dari perusahaan asuransi? Dari survey Accenture, lebih dari 50% nasabah mengharapkan adanya kanal digital untuk melihat produk atau layanan perusahaan asuransi dan untuk merubah profil pelanggan di perusahaan. Demikian pula mereka mengharapkan bisa membeli asuransi secara online dengan mudah, sebagaimana membeli produk dan layanan di lapak e-Commerce. Mereka mengharapkan omni channel yang seamless baik melalui mobile apps maupun melalui website perusahaan (web-based).

Apa pula yang sering dikeluhkan nasabah asuransi? Kebanyakan nasabah menjawab Customer Experience yang kurang memuaskan! Perusahaan asuransi lebih fokus kepada penjualan atau mendapatkan nasabah baru dan kurang dalam pelayanan nasabah. Penjualan digenjot melalui agen asuransi dengan skema bonus yang menggiurkan. Calon pelanggan pada umumnya kurang teredukasi tentang ketentuan polis sehingga sering bermasalah pada saat mengajukan klaim. Misalnya, klaim ditolak atau sebagian saja yang disetujui, proses klaim lama dan kurangnya dukungan layanan dari perusahaan asuransi. Syukur-syukur kalau agen asuransinya masih aktif membantu, jika tidak maka kita harus berjuang sendirian.

Proses kerja yang sering dianggap lambat adalah underwriting dan klaim asuransi. Proses dilakukan secara manual dan melalui tahapan proses sehingga membutuhkan waktu yang cukup lama. Perusahaan Insurtech seperti Ping An telah menggunakan data analytics dan Artificial Intelligent dalam memutuskan persetujuan atau penolakan asuransi sehingga hanya butuh beberapa menit saja dalam membuat keputusan. Demikian pula dalam proses klaim asuransi, dilakukan secara online melalui mobile apps/web. Data klaim dikumpulkan dan digabungkan dengan data-data kegiatan transaksi serta data-data dari sensor IoT sehingga menghasilkan data analytics. Berdasarkan algoritma pengambilan keputusan yang sudah dibuat, sistem Artificial Intelligent selanjutnya mengolah data dan menghasilkan keputusan secara cepat, menyetujui atau menolak klaim.

Pandemi Covid-19 telah menyebabkan perusahaan asuransi mengurangi jumlah SDM atau memberikan cuti panjang serta melakukan kerja dari rumah (WFH). Hal ini terpaksa dilakukan untuk menghemat biaya operasional dan menghindari kerugian yang lebih besar serta untuk menjaga keselamatan karyawan dan agen asuransi. Pengurangan jumlah SDM ini tentunya sangat berpengaruh terhadap performansi kerja perusahaan secara keseluruhan. Sementara WFH membutuhkan ketrampilan khusus karyawan perusahaan asuransi dalam berinteraksi dengan broker dan agen asuransi serta dengan nasabah. Para pelaku asuransi butuh pemahaman teknologi IT, penguasaan media digital serta ketrampilan bekerja secara online. Disisi lain, perusahaan asuransi juga berkeinginan untuk meningkatkan penjualan melalui direct sales. Hal ini membutuhkan kompetensi baru dibidang digital marketing and sales. Peningkatan kompetensi pelaku asuransi menjadi kata kunci untuk berhasil mengangkat bisnis asuransi.

Teknologi menjadi business enabler usaha asuransi di masa depan. Berbagai teknologi digital dibutuhkan, antara lain Cloud Computing, Network and IT, Internet of Things (IoT), big data dan Artificial Intelligent, yang dilengkapi dengan berbagai software aplikasi. Data menjadi sumber informasi yang digunakan untuk menganalisis dan mengambil kesimpulan dalam seluruh proses bisnis asuransi. Misalnya, data-data tentang pantauan kendaraan dan cara mengendarainya, kondisi rumah dan sekitarnya hingga perilaku manusia. Perilaku tersebut antara lain gaya hidup dan kesehatan seseorang, yang dipantau melalui wearable device yang dikenakan nasabah asuransi. Data-data tersebut diolah menjadi informasi tentang profil seseorang nasabah.

Perusahaan asuransi kelas dunia saat ini sedang melakukan perubahan yang berarti dalam menghadapi tantangan Insurtech. Mereka telah bertransformasi menjadi digital company, khususnya dengan melakukan digitalisasi proses kerja di bidang penjualan asuransi, pengelolaan agen dan broker serta menggunakan teknologi digital dalam proses under writing dan claim hingga nilai tertentu. Namun dalam perjalanannya, mereka mendapat pukulan akibat dari pandemi Covid-19 yang mengharuskan penyesuaian dalam pelaksanaan program transformasi digitalnya. Mereka memiliki resilience untuk keluar dari krisis pandemi Covid-19.

Bagaimana dengan pengelolaan asuransi di Indonesia dalam era pandemi Covid-19? Sekalipun bisnis asuransi mengalami pukulan yang sama dengan asuransi global, asuransi di Indonesia diharapkan bisa pulih lebih cepat. Hal ini mengingat pertumbuhan ekonomi nasional yang diharapkan bisa mencapai 5 % di tahun-tahun mendatang dan potensi jumlah penduduk yang membutuhkan asuransi sangat besar. Untuk itu, perusahaan asuransi nasional harus meningkatkan kapabilitas usahanya, sehingga mampu bersaing dengan perusahaan asuransi global yang menguasai pasar dalam negeri saat ini. (bersambung).